Sabtu, 29 Agustus 2009

20- PEMETIKAN atau PENGALOKASIAN ACAK

Terhadap suatu satuan percobaan dialokasikan (umumnya secara acak) satu dan hanya satu perlakuan tunggal atau komposit. Pada metode survei contoh peluang, anggota-anggota suatu contoh dipilih secara acak dari suatu universum atau kerangka petik menurut suatu prosedur pemetikan tertentu. Di sini terdapat perbedaan fungsi dari penggunaan prosedur pengacakan, seperti dapat disimak dari tindakan "pengalokasian acak" t perlakuan terhadap n satuan percobaan dan "seleksi acak" untuk memperoleh n satuan contoh.
Pengacakan dimaksudkan sebagai suatu upaya pengendalian terhadap adanya potensi keragaman-keragaman tak-dikehendaki oleh peubah-peubah tambahan yang bersifat bukan acak melalui tindakan objektif dan 'adil' (tidak pilih-kasih, tak-memihak).
Bagaimana memperoleh suatu contoh objek-objek yang terandalkan mewakili universumnya tidak kalah penting dengan asas terpilih secara acak. Karena hal ini akan menyangkut soal keterandalan generalisasi hasil suatu penelitian, yaitu terhadap suatu atau beberapa universum target yang terdefinisikan. Dengan adanya kemungkinan terjadi galat dari pemetikan contoh, maka pemilihan acak tidak selalu dapat menghasilkan terseleksinya anggota-anggota contoh yang dapat diandalkan mewakili universum dimaksud. Lebih-lebih, biasanya orang mengguna-kan satu kerangka petik dan satu prosedur pemetikan contoh saja untuk sekian banyak peubah penelitian yang akan diamati terhadap satuan-satuan pengamatan.
Dalam merancang suatu percobaan ada beberapa keperluan di mana kita melakukan pengacakan atau pemetikan acak, di antaranya adalah untuk:
(1) Pemetikan contoh acak untuk menetapkan satuan-satuan pengamatan. Suatu contoh acak terdiri atas n anggota dipetik dari suatu universum kongkrit berukuran N yang terhingga. Misalnya untuk memilih anak-contoh dari suatu satuan percobaan.
(2) Penetapan urutan acak objek-objek untuk proses percobaan, pengujian, pengamatan atau determinasi. Dalam hal ini dipetik n objek atau cuplikan untuk urutan ke 1, 2, ...., n. Dalam bidang rekayasa, pengacakan yang dimaksudkan umum digunakan untuk menetapkan 'run' atau pengerjaan.
(3) Pengalokasian acak t* £ t perlakuan terhadap suatu gugus berukuran b ³ t* satuan percobaan.

Daftar Angka-angka Acak
Berikut diberikan salah satu cara untuk menggunakan suatu daftar angka acak (DAA), seperti disajikan dalam Lampiran 1. Beberapa hal yang perlu disimak lebih dahulu sebagai persiapan dalam penggunaan suatu DAA adalah:
(a) Kenali DAA yang akan digunakan

· Angka-angka dicantumkan dalam berapa halaman? Dalam teladan ini, p = 2.
· Dalam tiap halaman DAA, angka-angka acak dicantumkan dalam berapa baris? Dalam teladan ini, r = 50.
· Dalam tiap halaman DAA, angka-angka acak dicantumkan dalam berapa lajur? Dalam teladan ini, c = 50.
(b) Kenali ukuran universum (N), banyaknya 'run' (n) atau ukuran gugus satuan-satuan percobaan, yaitu sesuai dengan situasi pengacakan yang dimaksud. Dari pengenalan ini diketahui N, n atau b terdiri atas berapa angka. Tetapkan aturan membaca DAA. Misalnya, dari kiri ke kanan. Jika angka-angka dalam suatu baris habis terbaca, maka pembacaan dilanjutkan ke baris bawah berikutnya. Selanjutnya, jika angka-angka dalam baris terakhir suatu halaman habis terbaca maka pembacaan dilanjutkan ke halaman berikutnya, yaitu mulai dari baris pertama dan lajur pertama. Jika yang habis terbaca itu adalah angka-angka dari baris terakhir pada halaman terakhir maka pembacaan dapat dilanjutkan ke halaman pertama.
(c) Tetapkan urutan objek-objek anggota universum dicontoh, 'run' atau satuan-satuan percobaan seperti disebutkan dalam butir (b).
Sekarang, buka salah satu halaman DAA. Dengan mata dipejamkan, jatuhkan ujung suatu benda runcing (misalnya pensil) ke atas halaman tadi dan perhatikan lima angka di kanan lokasi angka yang ditunjuk ujung benda runcing tadi.
Angka pertama (karena p = 2 adalah suatu bilangan terdiri atas satu angka) dari bilangan terdiri atas lima angka tadi akan digunakan sebagai petunjuk halaman; dua angka (r = 50) adalah suatu bilangan terdiri atas dua angka) berikutnya akan digunakan sebagai petunjuk baris. Sedangkan dua angka terakhir adalah sebagai petunjuk lajur. Tetapi, sebelumnya telah disusun suatu aturan atau perjanjian dalam penentuan awal pembacaan DAA, yaitu menurut halaman, baris dan lajur DAA.
Misalnya, sesuai dengan DAA yang digunakan dalam teladan ini, perjanjian yang dimaksud adalah:
· jika angka pertama sama dengan 0 atau genap, mulai pada halaman 2; sedangkan jika nilainya ganjil maka mulai pada halaman 1
· modulo (dua angka kedua)50 = x; berarti mulai pada baris ke - x; x adalah sisa pembagian dengan 50; untuk x = 0 berarti mulai pada baris ke-50.
· modulo (dua angka terakhir) 50 = y; berarti mulai pada lajur ke- y; y adalah sisa pembagian dengan 50; untuk y = 0 berarti mulai pada lajur ke-50.
Umpamanya, beberapa angka di kanan lokasi ujung benda runcing ternyata adalah 3185 03057. Sehingga, berdasarkan perjanjian yang disusun, maka awal pembacaan DAA nanti adalah pada halaman 1 (angka 3 adalah ganjil), baris ke-18 (karena mod(18)50 = 18) dan lajur ke-50 (karena mod(50)50 = 0). Berdasarkan petunjuk ini, buka DAA halaman 1 dan cari awal pembacaan pada posisi baris ke-18 dan lajur ke-50 halaman tadi.
Deretan angka-angka yang dimaksud ialah
07486
38148 79001 03509 79424 39625 73315 18811 86230 99682 82896
dan seterusnya seperti dapat diamati pada Lampiran 1.
Untuk membaca angka-angka acak sebagai bilangan-bilangan penata atau pemilih acak acak kita harus menetapkan bilangan-bilangan tersebut masing-masing terdiri atas berapa angka. Hal ini ditentukan dari besarnya N, n atau b, yaitu tergantung pada untuk situasi apa pengacakan dimaksudkan. Misalnya, b = 18. Karena di sini b merupakan suatu bilangan terdiri atas dua angka, maka pembacaan DAA nanti juga dua-angka demi dua-angka. Nilai-nilai bilangan dua-angka yang mungkin ditemukan dalam pembacaan DAA kelak adalah 00, 01, 02, ..., 99. Jadi, terdiri atas 100 bilangan. Dalam hal teladan ini, karena kelipatan bulat terttinggi untuk b = 18 adalah 90, dan ini lebih kecil daripada bilangan dua-angka tertinggi pembacaan DAA (yaitu 00 yang dibaca sebagai 100), maka ada 100 - 90 =10 bilangan mungkin yang tidak boleh digunakan (mengapa?).
Untuk kesederhanaan, kesepuluh bilangan yang akan diabaikan itu adalah 00, 91, 92, ..., 99. Dengan perkataan lain, yang sah digunakan kelak hanya bilangan-bilangan dalam gugus X = {01, 02, ..., 90} saja. Jika xj ialah sembarang bilangan terbaca yang termasuk gugus X, maka sj dari mod(xj termasuk X)b = sj adalah hasil pengacakan yang dimaksudkan.
Andaikan, yang hendak dialokasikan terhadap b satuan percobaan adalah t = 6 perlakuan (katakanlah dilambangkan dengan A, B, ..., F) masing-masing diulang sebanyak tiga kali. Misalkan, dengan ketentuan perlakuan A hendak dialokasikan lebih dahulu, kemudian B dan seterusnya. Berdasarkan petunjuk yang telah didapat tadi, awal pembacaan adalah pada halaman 1, baris ke-18 dan lajur ke-50 DAA maka hasil penentuan acak adalah sebagai berikut:

























Karena tinggal perlakuan F saja yang belum teralokasikan, maka otomatis satuan-satuan percobaan tersisa, yaitu yang belum dialokasi, menjadi jatah bagi perlakuan F. Satuan-satuan percobaan yang dimaksudkan itu ialah nomor 2, 3 dan 4.
Perintah SAMPLE dan RANDOM dari Minitab
Berikut diberikan dua teladan di antara beberapa cara pemakaian perintah dan anak-perintah Minitab yang dapat dipertimbangkan untuk pengalokasian acak penuh t = 8 perlakuan masing-masing diulang tiga kali terhadap n = 18 satuan percobaan tadi. Yang pertama ialah penggunaan perintah SAMPLE dengan anak-perintah REPLACE. Sedangkan yang kedua ialah penggunaan perintah RANDOM dengan anak-perintah INTEGER.
Penggunaan perintah SAMPLE dengan anak-perintah REPLACE
Pernyataan-pernyataan di bawah ini dimaksudkan untuk mengalokasikan t = 6 perlakuan, dimulai dengan perlakuan A, kemudian B dan seterusnya masing-masing sebanyak ulangannya yang dalam hal teladan ini seragam, yakni tiga.
MTB > SET C1
DATA > 1:18
DATA > END
MTB > NOTE MENGALOKASIKAN TIGA ULANGAN PERLAKUAN A
MTB > SAMPLE 3 C1 (simpan di) C2;
SUBC > REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
17 8 15

Catatan : Perlakuan A teralokasi untuk satuan-satuan percobaan nomor 17, 8, dan 15.

MTB > NOTE MENGALOKASIKAN TIGA ULANGAN PERLAKUAN B
MTB > SAMPLE 3 C1 C2;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
1 7 2

Catatan : Perlakuan B teralokasi untuk satuan-satuan percobaan nomor 1, 7, dan 2 yang tidak dialokasi perlakuan A.

MTB > NOTE MENGALOKASIKAN TIGA ULANGAN PERLAKUAN C
MTB > SAMPLE 3 C1 C2;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
8 1 18

Catatan :
Satuan-satuan percobaan nomor 8 dan 1 sudah diberikan untuk perlakuan lain. Perlakuan C baru satu kali teralokasikan, yaitu untuk satuan percobaan nomor 18. Ulangi perlakuan C untuk mendapatkan dua satuan percobaan lagi yang belum diperuntukkan bagi perlakuan lain. Lanjutkan sampai akhirnya semua perlakuan (berikut terulangnya) teralokasi, dengan syarat setiap satuan percobaan hanya dialokasi oleh satu dan hanya satu perlakuan.

Pengalokasian acak penuh dapat juga dilakukan dari beberapa kali melakukan prosedur berikut:
MTB > SAMPLE 18 C1 C2;
SUBC> REPLACE.
MTB > SAMPLE 18 C1 C3;
SUBC> REPLACE.
MTB > SAMPLE 18 C1 C4;
SUBC> REPLACE.
MTB > SAMPLE 18 C1 C5;
SUBC> REPLACE.
Kemudian, perintah PRINT untuk mencetak hasil. Periksa hasil pengacakan dan coret yang telah teralokasikan sebelumnya. Jika masih ada perlakuan yang belum teralokasi cukup maka lanjutkan prosedur tadi.
Tugas: Lakukan sendiri pekerjaan di atas. Sangat kecil peluangnya bahwa hasil yang Anda peroleh tepat sama dengan teladan tadi. Mengapa?

Penggunaan perintah RANDOM dengan anak-perintah INTEGER
Berikut diberikan pemetikan 50 (atau berapa saja, asalkan cukup banyak; mengapa?) bilangan acak bernilai dalam rentang 1 sampai dengan 90 (mengapa 00, 91, 92, …., 99 tidak digunakan ?).
MTB > RANDOM 50 INTEGERS C2;
SUBC> INTEGER A = 1 B = 90.
MTB> LET C3 = C2 – 18 Mengapa dikurangi dengan 18?
MTB> LET C4 = C3 - 18
MTB> LET C5 = C4 - 18
MTB> LET C6 = C5 - 18
MTB> PRINT C2 - C6
Catatan:
ROW C2 C3 C4 C5 C6 Satuan percobaan Perlakuan

1 15 -3 -21 -39 -57 15 A
2 48 30 12 -6 -24 12 A
3 66 48 30 12 -6
4 42 24 6 -12 -30 6 A
5 90 72 54 36 18 18 B
6 41 23 5 -13 -31 5 B
7 39 21 3 -15 -33 3 B
8 12 -6 -12 -30 -48
9 35 17 -1 -19 -37
10 90 72 54 36 18
11 55 37 19 1 -17 1 C
12 52 34 16 -2 -20 16 C
13 26 8 -10 -28 -46 8 C
14 37 19 1 -17 -35
15 30 12 -6 -24 -42
16 73 55 47 29 11
17 58 40 22 4 -14 4 D
18 42 24 6 -12 -30
19 28 10 -8 -26 -44 10 D
20 74 56 38 20 2 2 D
21 69 51 33 15 -3
22 37 19 1 -17 -35
23 54 36 18 0 -18
24 74 56 38 20 2
25 90 72 54 36 18
26 3 -15 -33 -51 -69
27 44 26 8 -10 -28
28 59 41 23 5 -13
29 38 20 2 -16 -34
30 38 20 2 -16 -34

Catatan: Satuan percobaan nomor 7 dan 17 diperuntukkan untuk perlakuan F. Mengapa?

Beberapa teladan Lagi
Berikut diberikan teladan-teladan penggunaan perintah "SAMPLE" dan “RANDOM” dari Minitab untuk:
(1) Memilih (secara acak) suatu permutasi berukuran n
Misalnya untuk mendefinisikan suatu sekuens, giliran, urutan dan sebagainya termasuk untuk penggunaan kemudian dalam penggrupan suatu gugus t perlakuan. Misalnya, 200 varietas: A, B, ..., Z, AA, AB, ...,AZ, dan seterusnya ingin ditentukan urutan acaknya untuk penomoran dengan angka-angka atau untuk kemudian digrupkan secara acak ke dalam 10 grup masing-masing terdiri atas 20 varietas.
MTB > SET C1
DATA> (1:200)
DATA> END
MTB > SAMPLE 200 C1 C4
MTB > PRINT C4
C4
116 77 79 90 53 181 33 95 115 24 148
27 38 107 69 167 164 16 1 173 76 192
37 196 72 139 178 179 8 55 135 156 194
98 36 177 154 108 134 121 100 70 89 175
85 25 159 160 67 150 6 124 147 11 22
144 188 127 176 180 10 162 50 143 21 15
9 74 78 137 17 61 117 49 174 52 125
120 29 114 119 83 5 133 66 84 12 14
183 155 166 187 151 109 60 43 94 39 189
199 102 101 48 158 47 58 40 32 191 129
45 170 87 31 23 35 71 184 163 44 190
64 165 131 28 113 13 104 96 88 82 86
172 130 186 62 3 157 146 126 197 34 128
92 142 51 182 171 140 91 195 68 41 59
200 168 198 2 110 57 161 19 26 118 97
193 123 80 65 106 141 132 73 103 105 122
75 46 149 18 4 30 93 20 111 153 99
138 185 81 54 56 152 42 169 63 145 136
(2) Seleksi acak tanpa pemulihan untuk mendapatkan contoh berukuran n dari suatu universum berukuran N
MTB > SET C1
DATA> (1:200)
DATA> END
MTB > SAMPLE 10 C1 C2
MTB > PRINT C2
C2
71 137 192 6 86 17 91 154 33 43

(3) Seleksi acak dengan pemulihan untuk mendapatkan contoh berukuran n dari suatu universum berukuran N

MTB > SAMPLE 10 C1 C3;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C3

C3
145 174 1 7 41 30 125 145 31 159

Catatan:
Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya non response, misalnya pada survei rumahtangga, biasanya peneliti perlu menyediakan suatu daftar cadangan/ pengganti yang juga diseleksi secara acak. Ini biasanya dilakukan dengan menyiapkan n' sedikit lebih besar daripada n
(4) Pengalokasian acak t perlakuan
Pengalokasian acak t perlakuan pada RAL dapat dipandang sebagai suatu hubungan dari t (perlakuan) ke n (satuan percobaan), untuk t à n. Sedangkan pada RAKL, untuk suatu kelompok lengkap berukuran b = t dapat dipandang sebagai suatu hubungan dari t (perlakuan) ke t (satuan percobaan dalam suatu kelompok).

MTB > NOTE MENDEFINISIKAN URUTAN BACA PERLAKUAN-PERLAKUAN
MTB > SET C1
DATA> (1:7)
DATA> END
MTB > SAMPLE 7 C1 C2
MTB > PRINT C2
C2
2 6 7 4 5 3 1

Catatan:
Berdasarkan hasil pengacakan tadi maka urutan pengalokasian berturut-turut untuk B, F, G, D, E, C, dan A. Perhatikan ulangan yang ditetapkan untuk masing-masing perlakuan.
MTB > NOTE RAL; t = 7 n = 28 r = 4
MTB > SET C3
DATA> (1:28)
DATA> END
MTB > SAMPLE 4 C3 C4;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C4
C4
13 22 27 23 Pengalokasian perlakuan B: - telah cukup
MTB > SAMPLE 4 C3 C4;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT c4
C4
6 20 6 2 Pengalokasian perlakuan F: - baru 3 kali
MTB > SAMPLE 4 c3 c4;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT c4
C4
5 3 1 28 Pengalokasian perlakuan G: - telah cukup
MTB > SAMPLE 4 c3 c4;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT c4
C4
14 7 14 6 Pengalokasian perlakuan D: - baru 2 kali
Lanjutkan sampai semua perlakuan teralokasi masing-masing dengan frekuensi (ulangan) seperti dikehendaki.
Tugas
Ulangi sejak dari awal! Hasil yang Anda peroleh belum tentu akan sama dengan yang diraga-kan di sini.

MTB > NOTE RAKL; t = 7, k = 4, sehingga n = tk = 28.
MTB > SET C1
DATA> (1:7)
DATA> END
MTB > SAMPLE 7 C1 C2
MTB > PRINT C2
C2
1 3 2 4 5 6 7
Artikan sebagai: A, C, B, D, E, F, G
MTB > SAMPLE 7 C1 C2;
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
6 5 4 3 7 2 1
Artikan sebagai: F, E, D, C, G, B, A

MTB > SAMPLE 7 C1 C2
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
6 4 3 2 1 7 5
Artikan sebagai: F, D, C, B, A, G, E
MTB > SAMPLE 7 C1 C2
SUBC> REPLACE.
MTB > PRINT C2
C2
4 6 5 3 7 1 2
Artikan sebagai: D, F, E, C, G, A, B

19- UKURAN CONTOH MINIMUM DIPERLUKAN

Ukuran percobaan tergantung pada banyaknya ulangan untuk masing-masing dari t perlakuan yang dicobakan. Perlakuan-perlakuan yang dicobakan mungkin ingin diulang sama sering atau dapat dibuat bervariasi, yaitu tergantung pada rancangan t perlakuan dan rancangan pengumpulan data yang digunakan.
Dalam menduga banyaknya ulangan minimum diperlukan terhadap suatu parameter populasi orang berpikir tentang derajat keseksamaan yang diharapkan pada taraf kepercayaan tinggi yang dikehendaki untuk suatu dugaan parameter populasi.
Banyaknya ulangan atau ukuran contoh minimum diperlukan untuk suatu percobaan tergantung pada tujuan penentuan hal itu, yaitu apakah untuk memperoleh:
Ø dugaan terhadap suatu parameter populasi dari ketepatan tertentu pada suatu taraf kepercayaan yang tinggi;
Ø suatu statistik uji yang diperlukan dalam pengujian hipotesis mengenai suatu parameter populasi dari ketepatan tertentu pada suatu taraf kepercayaan dan kuasa uji yang tinggi.
Keduanya memerlukan keterangan yang sama, yaitu mengenai penduga selang bagi suatu parameter populasi yang dimaksud (untuk pengujian hipotesis ditambah dengan penetapan besar beda praktis). Ini mungkin dapat ditetapkan jika cara menyebar teoritis dari penduga parameter populasi yang dimaksud diketahui.

18- KESERAGAMAN SPASIAL

Dalam percobaan lapang di bidang pertanian keheterogenan kondisi petak ke petak lahan merupakan sumber potensial galat yang dapat mempengaruhi ketepatan dan ketelitian pendugaan beberapa respons penting tanaman. Ada dua hal berkenaan dengan masalah keheterogenan tanah, yaitu (i) pengukuran pengaruh keheterogenan tanah terhadap respons tanaman dan (ii) prosedur yang diperlukan mengendalikan atau mengkoreksi pengaruh tadi.
Dari kajian-kajian cukup intensif dengan beberapa jenis tanaman, Harris (LeClerg dalam K. J. Frey, 1966) menemukan bahwa korelasi hasil antar petak-petak bertetangga ditentukan baik oleh kemiripan ciri-ciri fisika dan kimia alami tanah, pengaruh riwayat penggunaan lahan, pengelolaan tanah dan pertanaman sebelumnya maupun oleh komposisi tanah.
Ciri-ciri kesuburan petak-petak persisten untuk beberapa tahun. Tetapi, besaran korelasi dalam-kelas yang digunakan Harris memberikan satu tujuan saja yaitu menunjukkan derajat perbedaan-perbedaan keheterogenan tanah dari petak-petak bertetangga dekat.
Bose (LeClerg dalam K. J. Frey, 1966) menyatakan bahwa penggunaan analisis ragam lebih bermanfaat daripada indeks keheterogenan Harris. Karena di samping mengukur keheterogenan tanah juga memungkinkan untuk mengetahui gradiengradien kesuburan tanah.
Berbagai rancangan yang diterapkan dalam teknik percobaan lapang menggunakan hasil-hasil yang didapat dari uji-uji keseragaman dengan tanaman. Beberapa keterangan digunakan untuk (i) mengetahui perilaku keragaman alami antar petak dan keheterogenan tanah, (ii) membuat peta kontur kesuburan tanah, (iii) menduga bentuk dan ukuran petak optimum dan (iv) meralat respons-respons percobaan kemudian yang diselenggarakan pada petak-petak tetap.
Kontur Keseragaman
Untuk menyelenggarakan suatu uji keseragaman terhadap suatu tapak percobaan digunakan perlakuan tunggal dengan satu varietas tanaman pada teknik budidaya baku yang diupayakan berlaku seragam pada seluruh areal tapak percobaan yang hendak diperiksa derajat keseragamannya. Ketika menjelang panen areal dibagi habis atas cukup banyak petak-petak kecil. Semuanya dalam bentuk maupun ukuran yang sama. Respons diamati terhadap tiap petak kecil tadi. Untuk tanaman tahunan petak dapat berupa tanaman tunggal atau kelompok beberapa individu tanaman.
Data respons petak-petak kecil dari suatu kajian keseragaman dapat digunakan untuk mengetahui keragaman petak ke petak, yang secara visual akan diperlihatkan dengan membuat suatu peta kontur respons-respons untuk suatu peubah respons relevan pelacak derajat kesuburan tanah. Pola gradien-gradien kesuburan suatu tapak yang diberikan suatu jenis tanaman dari varietas tertentu dalam suatu musim tidak selalu dapat mencirikan tapak yang sama untuk musim berikutnya dengan tanaman yang sama atau berbeda.
Smith (LeClerg dalam K. J. Frey, 1966) menyatakan bahwa peta-peta kontur kesuburan yang dibentuk dari petak-petak panjang dan sempit meleset karena tidak menghasilkan titik-titik yang memadai untuk mendapatkan garis-garis kontur yang akan dihubungkan.





Ukuran Petak Optimum
Semua kajian menunjukkan bahwa keragaman antar petak berkurang dengan ditingkatkannya ukuran petak. Tetapi, pengurangan keragaman tersebut tidak proporsional terhadap peningkatan ukuran petak.
Ukuran (dan dengan demikian juga bentuk) dianekakan dengan cara penggabungan sistematik petak-petak kecil satuan bertetangga dekat. Dalam kebanyakan percobaan lapang di bidang agronomi tanaman semusim, banyaknya tanaman dalam tiap petak cukup besar. Jika, kemudian diketahui bahwa keragaman antar tanaman dalam petak cukup besar maka keragaman ini lebih dialamatkan kepada keragaman genotipik daripada keragaman karena kesuburan tanah dalam petak.
Ukuran petak optimum untuk suatu tanaman tergantung pada pola sebaran kesuburan tanah, biaya percobaan dan derajat keheterogenan antar varietas. Ukuran petak optimum dapat ditentukan berdasarkan keterangan yang didapat dari suatu uji keseragaman. Atau, dari data percobaan pengujian varietas-varietas. Ada tiga metode penentuan luas petak optimum berdasarkan data uji keseragaman, yaitu: (i) metode kurva lengkung maksimum, (ii) metode indeks keheterogenan dan (iii) metode Hatheway.
Metode Kurva-lengkung Maksimum
Beberapa macam ukuran petak yang beralasan didapat dengan cara menggabungkan sistematik satuan-satuan dasar yang digunakan dalam uji-keseragaman. Dari tiap macam ukuran petak di-tentukan koefisien keragaman atau simpangan bakunya.
Penentuan ukuran petak optimum didapat dari telaah terhadap pencaran hubungan antara ukuran-ukuran petak (pada absisa) dengan koefisien-koefisien keragaman atau simpangan-simpangan baku (pada ordinat). Ukuran petak optimum dibaca sebagai projeksi suatu titik pada kurva terhadap absisa di mana laju perubahan indeks keragaman tiap peningkatan ukuran petak adalah yang terbesar.
Latihan 6.8.1
Buatlah kurva-kurva lengkung maksimum dan tentukan indeks keheterogenan Harris terhadap suatu gugus data dari suatu uji keseragaman hasil biji kering (g/petak) empat varietas kedelai berikut:


Metode Indeks Keheterogenan
Metode indeks keheterogenan Harris ditentukan dari pencaran hubungan empiris antara ukuran petak (dibentuk dari data uji keseragaman) dan ragam berikut:
Vx =
Sedangkan
Vx = ragam respons petak-petak terdiri atas x satuan petak dasar dalam suatu uji keseragaman
V1 = ragam respons petak-petak satu satuan dasar uji keseragaman
b = suatu indeks keragaman tanah yang diukur dari korelasi antara satuan satuan bertetangga
X = banyaknya satuan dasar dalam tiap petak bentukan.
Dengan transformasi logaritme persamaan di atas dapat diubah menjadi suatu hubungan regresi linear.
Biasanya, koefisien regresi (b) dalam persamaan tersebut dapat mengambil nilai dalam rentang 0 sampai dengan 1. Jika nilai koefisien regresi tersebut dekat dengan nol maka ini menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antar satuan-satuan dasar bertetangga dekat. Sebaliknya, jika nilainya mendekati 1 maka dapat disimpulkan bahwa petak-petak dasar bertetangga dekat tidak berkorelasi.
Untuk tanaman-tanaman menyerbuk sendiri nilai koefisien regresi sebagian besar adalah fungsi pengaruh keheterogenan tanah. Tetapi, untuk tanaman menyerbuk silang adanya keragaman genotipik tanaman ke tanaman dapat mempengaruhi nilai b.
Menurut Harris (LeClerg dalam K. J. Frey, 1966), jika faktor biaya ingin diperhitungkan dalam penentuan ukuran petak optimum maka untuk petak-petak tanpa pemisah ukuran petak optimum dapat ditentukan dari:
X =
dalam hal ini, K1 = biaya berkenaan dengan banyaknya petak dan K2 = biaya berkenaan dengan satuan luas. Sedangkan untuk petak-petak dengan pemisah (gang), ukuran petak optimum ditentukan dari
X =
dalam hal ini KgA dan KgB masing-masing adalah biaya-biaya berkenaan dengan banyaknya petak berpemisah dan satuan luasnya.
Smith (1938) dan Federer (1955) memperbaiki pendugaan koefisien regresi dengan menggunakan penimbang-penimbang, yaitu derajat-derajat bebas wi yang berasosiasi dengan masing-masing ragam dalam penentuan Vxi, sebagai berikut:
S wi log Vi log xi - {S wi log Vxi}{S wi log xi}{S wi }-1
b = ¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾¾
S wi log (Vxi)2} - {S wi log (xi)2}
Lessman dan Atkin (LeClerg dalam K. J. Frey (ed.), 1966) mengubah metode kurva-lengkung dengan menyarankan penggunaan suatu fungsi logaritmis:
Y =
dalam menyatakan hubungan antara koefisien keragaman dan ukuran petak.
Metode Hatheway
Prosedur yang dikembangkan oleh Hatheway (LeClerg dalam K. J. Frey (ed.), 1966) juga menggunakan data uji keseragaman tetapi tanpa memasukkan faktor biaya. Tambahan keterangan yang digunakan dalam penentuan ukuran petak optimum menurut metode Hatheway ialah banyaknya ulangan dan besar perbedaan antar perlakuan-perlakuan yang diharapkan. Hubungan antara koefisien keragaman (Cx) dengan ukuran petak terdiri atas X satuan dasar diberikan sebagai
Xb =
sedangkan,
b = koefisien regresi linear (indeks keragaman tanah),
t1 = nilai statistik t0 (tobs di bawah H0 benar) dalam suatu uji terhadap beda dua rataan populasi,
t2 = nilai ttabel untuk 2(1 - P); dalam hal ini P adalah peluang untuk mendapatkan suatu perbedaan nyata,
r = banyaknya ulangan yang ditentukan dari r = 2(t1 + t2)2Vx/d2 yx.dalam hal ini Vx ialah ragam petak-petak yang masing-masing terdiri atas x satuan dasar,
d = beda sebenarnya yang ditentukan antara dua rataan (dinyatakan dalam persen) yang dihitung dari d2 = 2{(t1 + t2)2 C21}{rXb}-1; dalam hal ini C1 ialah koefisien keragaman petak-petak satu satuan dasar.

Metode Komponen Ragam -Indeks Keheterogenan
Penyelenggaraan uji keseragaman memerlukan biaya cukup besar. Oleh karena itu, Koch dan Rigney (LeClerg dalam K. J. Frey (ed.), 1966) mengembangkan pendugaan luas petak optimum berdasarkan keterangan yang dapat diberikan dari suatu percobaan untuk pengujian varietas-varietas.
Koch dan Rigney menggubah metode yang disarankan oleh Smith berdasarkan atas ragam-ragam untuk petak-petak dengan ukuran berbeda-beda dari komponen-komponen ragam dan pendugaan b dari suatu pemantasan jumlah kuadrat terkecil tak-ditimbang. Persoalan tidak digunakannya penimbang-penimbang dalam metode Koch-Rigney ini dikritik oleh Hatheway dan Williams (LeClerg dalam J. Frey (ed.), 1966).
Metode komponen ragam - indeks keheterogenan Koch dan Rigney dapat diterapkan baik terhadap rancangan-rancangan kelompok (lengkap maupun tak-lengkap), termasuk rancangan petak terbagi dalam rancangan kelompok dan rancangan kisi. Analisis ragam untuk suatu model rancangan percobaan yang digunakan dibentuk kembali untuk simulasi uji keseragaman.

17- SASARAN dan TUJUAN KAJIAN

Suatu “sasaran” ialah apa yang diharapkan sebagai hasil akhir kegiatan. Misalnya untuk memperpanjang usia pakai kertas ampelas minimal sampai suatu kriterium tertentu. Dari teladan sasaran tadi, misalnya peneliti mengenali (baca ‘mengetahui’) bahwa usia pakai kertas ampelas antara lain ditentukan oleh jenis kertas dan grit yang digunakan serta adesi grit.
Sedangkan suatu “tujuan” ialah pernyataan bagaimana kajian hendak dilaksanakan sebagai suatu strategi untuk mencapai sasaran. Yaitu, dengan lebih dahulu mengkaji “bagaimana berlangsungnya” (Barker, 1985). Tujuan kajian dirumuskan terbatas pada faktor-faktor (berikut masing-masing taraf-tarafnya) yang akan dipelajari saja dalam suatu percobaan. Misalnya untuk hubungan antara panjang usia pakai ampelas dengan faktor-faktor bobot kertas alas, penyebaran ukuran grit, jenis perekat dan tebal lapisan perekat yang digunakan.
Tidak jarang sasaran dari suatu kajian masih jauh dari pencapaian tujuan langsung dari hasil pelaksanaan suatu penelitian. Atau, sasaran kajian bersifat dinamis sehingga seakan-akan tak-berbatas, misalnya hasil atau produksi suatu komoditas. Sehingga untuk mencapai tujuan akhir pemecahan masalah diperlukan suatu penelitian yang iteratif.
Dalam metode ilmiah, proses iteratif yang dimaksudkan itu tidak lain ialah alir: “deduksi dari teori (konjektur) à pengujian dengan temuan (data) baru dari kajian empirik à jika ada, secara induktif dirumuskan (inferens) suatu teori à deduksi lagi, dan seterusnya”. Sehingga, untuk mencapai suatu sasaran akhir mungkin diperlukan serangkaian penelitian bertahap. Suatu tujuan dijadikan dulu sebagai suatu sasaran antara, dan seterusnya sehingga rancangan penelitian kini ialah yang memiliki tujuan-tujuan teroperasikan. Misalnya:











16- Asas-asas PENGENDALIAN KERAGAMAN Tak-dikehendaki

Ketika masih bekerja di Rothamsted Experimental Station di Inggeris, Sir Ronald Aymer Fisher mengemukakan pemikirannya mengenai asas-asas dalam perancangan percobaan, yaitu: pengulangan perlakuan, pengalokasian acak t perlakuan, pengendalian lokal, keortogonalan, pemautan dan keefisienan. Tiga asas disebut pertama dinamakan sebagai asas-asas pokok. Sedangkan tiga asas lainnya ialah asas-asas pelengkap. Federer (1973) mengemukakan tiga kriteria sebagai ciri-ciri kebaikan dikehendaki dari suatu rancangan pengendalian keragaman tak-diinginkan, yaitu:
(1) Penataan t perlakuan dalam suatu rancangan pengumpulan data yang menghasilkan suatu rancangan percobaan yang efisien; Rancangan pertama dikatakan lebih efisien daripada rancangan kedua jika keragaman rataan-rataan respons t perlakuan lebih rendah daripada rancangan kedua.
(2) Penggolongan bahan percobaan dengan cara tertentu untuk mendapatkan b kelompok, grup atau lapisan satuan-satuan percobaan; sembarang kelompok, grup atau lapisan tadi dalam beberapa hal penting yang berkaitan dengan respons percobaan yang ingin diamati dapat dipandang sebagai suatu kelompok, grup atau lapisan berkondisi seragam; b kelompok, grup atau lapisan dapat saja berbeda kondisi.
(3) Keadilan terhadap setiap perlakuan dalam pengalokasian terhadap satuan-satuan percobaan; setiap satuan percobaan dialokasi dengan satu dan hanya satu macam perlakuan saja.
Hubungan antar keenam asas tersebut dapat dilukiskan seperti dapat diperhatikan dalam Gambar 6.7.1a, sedangkan hubungan antara keenam asas dengan tiga kriteria ciri-ciri kebaikan bagi suatu rancangan pengendalian keheterogenan dapat dilihat dalam Gambar 6.7.1b.





Pengulangan
Andaikan kita ambil suatu teladan masalah "apakah serangan penyakit pada buah tanaman kakao (Theobroma cacao) oleh cendawan Phytophtora dapat dirintangi timbulnya?" Salah satu pilihan yang mungkin misalnya kita cari suatu fungisida yang diperkirakan mampu merintangi timbulnya serangan cendawan itu pada berbagai bagian tanaman kakao.
Adanya fungisida ini saja belum menjawab pertanyaan apakah tanaman kakao dapat dilindungi dari serangan penyakit itu. Harus ada keterangan yang dapat memberikan keyakinan bahwa jika tidak dilindungi dengan fungisida itu, maka buah kakao akan rusak kena serangan penyakit cendawan Phytophtora. Ini memaksa kita untuk (dengan sengaja) misalnya menciptakan dua macam keadaan terhadap pohon kakao sedang tumbuh dan menghasilkan buah.
Pada waktu dan tempat yang sama misalnya kita pilih dua pohon kakao dalam keadaan pertumbuhan yang sama. Setelah semua buah yang ada dipetik habis (mengapa?), salah satu pohon disemprot dengan fungisida dan yang lainnya dibiarkan tanpa perlindungan dengan fungisida. Pada akhir percobaan, yaitu setelah pohon berbuah lagi dan menghasilkan buah dapat dipetik, kita hitung berapa proporsi banyaknya buah busuk karena diserang cendawan, baik pada pohon yang disemprot maupun pada pohon yang tidak disemprot.
Keterangan berupa bilangan yang berasal dari hasil pengamatan itulah yang nanti akan digunakan untuk mencari jawaban apakah fungisida itu memang mampu merintangi timbulnya serangan cendawan Phytophtora pada buah kakao. Dalam hal ini data yang diperoleh ialah hasil cacahan yang dapat diubah menjadi data proporsi banyaknya buah yang busuk. Keterangan ini lebih baik daripada menggunakan data cacah (mengapa?) apalagi terhadap hanya data 'ada' dan '’tidak ada' buah yang terserang pada suatu pohon bahan percobaan.
Mungkin sekali fungisida yang ingin dicobakan itu memang manjur dalam mengekang timbulnya cendawan. Sebagai hasilnya akan didapat bahwa pohon kakao yang disemprot dengan fungisida itu akan menghasilkan persentase buah bebas serangan lebih besar daripada yang dihasilkan oleh pohon yang sama sekali tidak dilindungi dengan semprotan fungisida.
Tetapi, walau misalnya fungisida itu manjur ini hanya tampak jika keadaan lingkungannya memang menyediakan biang penyakit yang dapat menyerang pohon-pohon percobaan. Kalau kebetulan percobaan dilakukan sewaktu tanaman tidak peka terhadap serangan penyakit, maka walaupun fungisida itu manjur antara pohon yang disemprot dengan yang tidak disemprot tidak akan terlihat perbedaan kegawatan serangan oleh cendawan. Sebaliknya, kendati fungisida itu sama sekali tidak manjur ada saja kemungkinan terdapat perbedaan taraf kerusakan buah antara pohon yang disemprot dan yang tidak disemprot. Karena dalam keadaan biasapun selalu terdapat perbedaan dalam kegawatan serangan pada berbagai pohon yang berdekatan sekalipun.
Pertanyaan apakah tanaman kakao dapat dilindungi dari serangan cendawan Phytophtora merupakan suatu masalah yang jawabnya diharapkan tersimpulkan dari pelaksanaan suatu percobaan. Dalam percobaan ini kita timbulkan dengan sengaja berbagai keadaan yang dinamakan sebagai perlakuan. Perlakuan membangkitkan berbagai akibat terhadap bahan percobaan yang menerima perlakuan. Respons bahan percobaan dengan cara tertentu harus kita catat dalam bentuk nilai-nilai terukur atau ternilai, yaitu untuk peubah-peubah tertentu yang dipilih dapat mencerminkan pengaruh perlakuan.
Pada percobaan fungisida di atas misalnya ada dua perlakuan yang dicobakan, yaitu perlakuan “tanpa penyemprotan” dan perlakuan “dengan penyemprotan” suatu fungisida. Akibat kedua perlakuan ini dapat dicatat sebagai banyaknya buah kakao busuk yang dihasilkan pohon yang tidak disemprot dan pohon yang disemprot. Catatan yang dikumpulkan sebagai ukuran respons bagi akibat kedua perlakuan tadi dinamakan data percobaan. Data ini kita harapkan dapat mengukur pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh perlakuan-perlakuan yang dicobakan.
Akan tetapi, bergantung pada cara merancang percobaannya, data percobaan mungkin saja tidak hanya mencerminkan pengaruh perlakuan yang dicobakan tetapi juga akibat berbagai kekuatan yang ada di luar kendali pelaksana percobaan. Oleh karena itu, dari data percobaan saja, lazimnya kita tidak mampu menarik kesimpulan secara langsung.
Dua pohon kakao bahan percobaan tadi dipertimbangkan sebagai objek yang mewakili suatu universum tertentu pohon-pohon kakao. Jika tidak dimaksudkan seperti itu maka dari hasil percobaan ini tidak perlu dilakukan suatu generalisasi. Sebaliknya, kedua pohon kakao bahan percobaan itu tentu tidak dimaksudkan sebagai wakil dari pohon-pohon kakao semua varietas, segala umur, segala tempat dan sebagainya. Oleh karena itu, apa universum target yang dimaksud harus didefinisikan agar anggota-anggotanya dapat dipertelakan. Dengan diberikannya dua macam perlakuan, dibayangkan bahwa dua pohon kakao yang masing-masing diberi perlakuan berbeda itu berasal dari dua universum. Yaitu, universum tertentu pohon-pohon kakao yang mendapat perlindungan dengan fungisida tadi dan universum tertentu pohon-pohon kakao yang tanpa perlindungan dengan penyemprotan fungisida.
Andaikan rataan-rataan persentase banyaknya buah rusak dari masing-masing populasi tersebut adalah q1 dan q2. Tujuan yang dikehendaki dari percobaan tadi adalah untuk menguji apakah penggunaan fungisida itu ada manfaatnya. Jadi, yang ingin diketahui adalah apakah d = q2 - q1 lebih besar daripada suatu nilai praktis yang ditentukan, katakanlah sebesar d0 persen. Andaikan q melambangkan suatu rataan bersama atau rataan umum kedua populasi respons-respons. Antara respons-respons percobaan berdasarkan hasil pengamatan, t1, t2, q1, q2 dan q dapat dinyatakan hubungan-hubungan berikut: y1 = q1 + e1 dan y2 = q2 + e2, sedangkan q1 = q + t1 dan q2 = q + t2 , sehingga y1 = q + t1 + e1 dan y2 = q + t2 + e2.
Bagian-bagian e1 dan e2 merupakan komponen galat-galat percobaan yang timbul karena ketika percobaan faktor-faktor yang dapat menentukan respons percobaan tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Andai-kata tidak demikian halnya maka e1 = y1 - q1 dan e2 = y2 - q2; masing-masing bernilai sama dengan nol sehingga d akan sama dengan y1 - y2. Karena e1dan e2 tidak diketahui maka berapa beda antara q1 dan q2 tidak mudah diketahui.
Dari y1 = q1 + e1 dan y2 = q2 + e2 terdapat dua parameter (q1 dan q2) dan dua peubah acak, yaitu e1 dan e2 yang tidak diketahui harganya. Jadi, dengan dua satuan percobaan saja tidak dapat dicari pemecahan untuk menduga berapa d = q2 - q1.
Jika untuk percobaan tadi digunakan n1 pohon yang disemprot dan n2 pohon yang tanpa penyemprotan fungisida maka respons-respons yang dicatat dari n = n1 + n2 satuan percobaan itu dapat dirumuskan sebagai yj(1) = q1 + ej(1) dan yj(1) = q2 + ej(2) yang dapat dicatat lebih singkat sebagai yj(i) = qi + ej(i), untuk i = 1, 2 dan j = 1, 2, …, ni. Atau, di bawah anggapan tertentu, dapat dicatat sebagai yj(i) = q + ti + ej(i), untuk i = 1, 2 dan j = 1,2, …, ni.
Jika terhadap anggapan-anggapan ej(i), untuk semua i = 1, 2 dan j = 1,2, …, ni berlaku:
(1) untuk sembarang (i , j) ¹ (i’, j’), ej(i) dan ej’(i’) bersifat bebas satu terhadap yang lainnya sehingga Cov(ej(i), ej’(i’) = 0
(2) E[ej(i)] = 0
(3) Var(ej(i)] = E[(ej(i) - E[ej(i)])2] = E[ej(i)2] = s2e
disokong oleh data, maka E[yj(1)] = q1 = q + t1 dan E[yj(2)] = q2 = q + t2 sehingga d = q2 - q1 = t2 - t1. Parameter-parameter q, q1, q2, t1, t2 dan d masing-masing dapat diduga oleh statistik-statistik dari contoh: q .. ; qi i. ; ti i. - .. ; d d = 2. - 1.
Untuk mengetahui apakah nilai d cukup besar (jika dibandingkan terhadap d0, yakni suatu beda praktis yang dipertelakan peneliti) agar dapat diputuskan bahwa perbedaan yang terjadi itu bukan semata-mata karena keragaman pengaruh faktor-faktor tak-terkendalikan dalam percobaan haruslah diketahui berapa besar pengaruh faktor-faktor ini terhadap nilai d, yaitu beda antara dua rataan contoh.
Dengan perkataan lain, kita harus dapat menemukan dugaan bagi ragam populasi d. Di bawah H0: d = d0, Var(d - d0) = Var(d). Mengapa? Jika 2. dan 1. bebas satu terhadap yang lainnya dan anggapan dapat diterima, maka ragam d adalah:
Var(d) = Var( 2. - 1.)
= Var( 2. ) + Var( 1.)
= +
= +
=
Karena biasanya tidak diketahui tetapi dapat diduga dengan ragam contoh,
s2 =
sedangkan dan masing-masing didapat dari

dan
Dari dua persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa:
(a) dan masing-masing dapat ditentukan jika n1 > 1 dan n2 > 1 ; dengan perkataan lain diperlukan adanya ulangan dalam menduga dan .
(b) ragam contoh yang kecil dapat diharapkan jika digunakan ulangan yang banyak dan/atau
(c) digunakan bahan percobaan berkondisi lebih homogen, seperti ditunjukkan oleh suku pembilang dari masing-masing persamaan di atas, yaitu jumlah-kuadrat yang akan bernilai kecil jika untuk percobaan digunakan bahan percobaan yang lebih homogen.
Statistik uji yang digunakan untuk menguji H0: d = d0 lawan misalnya H1: d > d0 jika anggapan dapat dibenarkan oleh data ialah:
t0 =
=
Di bawah H0: d = d0 dan anggapan ej(i) menyebar identik, bebas dan normal statistik t0 menyebar t-Student pada derajat bebas n1 + n2 – 2. Perhatikan persamaan terakhir di atas. Penolakan terhadap H0: d = d0 akan lebih dapat diharapkan jika harga mutlak d - d0 besar dan/atau s cukup kecil serta ukuran percobaan (n1 dan n2) cukup besar.
Dari uraian dalam teladan di atas sekarang dapat kita rumuskan fungsi dan peran pengulangan dalam perancangan percobaan sebagai berikut:
(1) Pengulangan diperlukan untuk memungkinkan mendapat suatu dugaan bagi ragam galat percobaan; ragam galat percobaan diperlukan untuk (i) menilai beda-beda teramati dari data respons percobaan dan (ii) menentukan lebar selang kepercayaan untuk suatu parameter yang diduga.
(2) Karena dalam keadaan tertentu ragam galat percobaan dari suatu percobaan berulangan tunggal mungkin saja dapat diduga dengan cara lain, maka lebih beralasan untuk menyatakan bahwa pengulangan perlakuan dapat menghasilkan suatu dugaan yang lebih seksama untuk ragam galat percobaan.
(3) Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk suatu ragam pengaruh suatu perlakuan atau beda dua rataan pengaruh perlakuan.
Pengacakan
Berdasarkan saat terjadinya galat-galat percobaan dapat digolongkan sebagai: (i) galat-galat yang dikandung satuan-satuan percobaan sejak semula, yaitu sebelum percobaan dan (ii) yang terjadi selama percobaan berlangsung. Sedangkan berdasarkan sifat-sifatnya dibedakan antara galat-galat sistematik dan galat-galat acak.
Adanya galat-galat sistematik akan menimbulkan dugaan yang berbias yang akan mengurangi keseksamaan percobaan. Galat-galat sistematik ini jika berbeda-beda besarnya akan memberikan suatu keragaman sistematik. Sedangkan besar-kecilnya keragaman yang dibangkitkan oleh galat-galat acak akan mempengaruhi ketelitian percobaan.
Galat-galat acak muncul karena akibat hadirnya kejadian acak. Kedua macam galat itu, apakah yang terdapat sebelum atau selama percobaan dapat menimbulkan ingar sehingga dapat mengaburkan pengaruh-pengaruh sebenarnya dari faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya melalui penyelenggaraan percobaan.
Dalam suatu percobaan, komponen galat (simpangan, sisaan) itu dianggap sebagai suatu komponen yang bersifat acak. Lalu dengan demikian apa upaya yang harus dipertimbangkan ketika merancang percobaan jika sejak semula disadari bahwa bagaimanapun satuan-satuan percobaan mengandung perbedaan-perbedaan individual yang khas (sistematik), kendati untuk banyak hal lain yang terkenali satuan-satuan percobaan dapat dianggap nisbi seragam.
Masalah yang dihadapi ini tidak lain dari bagaimana cara membagi satuan-satuan percobaan menjadi beberapa bagian sebanyak perlakuan yang dicobakan, dengan syarat jangan sampai menimbulkan galat-galat sistematik yang terbangkitkan oleh perbedaan-perbedaan ciri individual yang dimiliki oleh satuan-satuan percobaan.
Dengan perkataan lain, bagaimana cara mengalokasikan perlakuan-perlakuan yang akan dikaji pengaruhnya terhadap satuan-satuan percobaan tersedia secara adil. Satu-satunya jalan untuk mengatasi persoalan ini ialah dengan menentukan penggolongan satuan-satuan percobaan bagi tiap perlakuan berdasarkan hasil penentuan acak.
Pengacakan satuan-satuan percobaan yang akan menerima suatu perlakuan dimaksudkan agar masing-masing satuan percobaan mempunyai peluang sama besar untuk menerima suatu perlakuan. Dengan pengalokasian acak perlakuan-perlakuan terhadap satuan-satuan percobaan tidak berarti bahwa potensi galat-galat yang dikandung satuan-satuan percobaan dengan demikian dapat ditiadakan. Tetapi, dengan jalan pengacakan ini galat yang tadinya sistematik diharapkan dapat diubah menjadi galat yang bersifat acak.

Pengendalian Lokal
Sewaktu membahas perlunya mengadakan pengulangan perlakuan telah dikemukakan bahwa makin kecil simpangan baku beda antara dua rataan contoh (perlakuan) maka akan makin peka pula pengujian yang dilakukan terhadap ada-tidaknya perbedaan antara dua perlakuan yang dibandingkan. Simpangan baku beda dapat diperkecil nilainya bukan hanya dengan memperbanyak ulangan perlakuan tetapi dapat juga dengan memperkecil .
Ragam-ragam galat percobaan bagi masing-masing perlakuan selain dapat diperkecil dengan memperbanyak ulangan juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar pembilang persamaan, yaitu jumlah kuadrat yj(i) yang bernilai kecil. Hal yang disebut terakhir ini dapat dicapai jika digunakan bahan percobaan yang lebih seragam melalui pemilihan rancangan yang tepat atau pemilihan bentuk serta ukuran satuan percobaan optimum.
Cara-cara menyeragamkan bahan percobaan mempunyai batas yang ditentukan oleh faktor-faktor ciri, fasilitas dan ekonomi. Pada suatu ketika usaha menyeragamkan itu akan mencapai ongkos di luar ambang anggaran percobaan.
Kendati batas yang ditentukan oleh faktor ekonomi dapat diatasi masih ada faktor lain yang patut diperhatikan. Penyeragaman tidak dapat dilakukan sampai terlalu sempurna. Karena, jika umpamanya percobaan diadakan dengan bahan percobaan yang sangat seragam dan pada keadaan lingkungan percobaan yang sangat terkendali maka hasil percobaan tersebut hanya akan berlaku bagi kondisi-kondisi percobaan yang khusus ditetapkan tadi. Daerah generalisasi percobaan menjadi sangat sempit. Sehingga kita tidak dapat menarik generalisasi untuk keadaan yang agak menyimpang dari kondisi yang 'diciptakan' untuk percobaan tersebut.
Bagaimana cara untuk mendapatkan suatu percobaan dengan ketepatan dan ketelitian tinggi akan tetapi dengan memberikan cukup kesempatan untuk menarik generalisasi telah dikemukakan oleh Fisher. Yaitu, melalui suatu cara pengendalian lokal. Misalnya, berupa pengelompokkan, penggrupan atau pelapisan bahan percobaan.
Dengan penggolongan tadi, pembandingan dalam suatu kelompok, grup atau lapisan bahan percobaan akan memiliki ketelitian yang tinggi dan adanya golongan-golongan akan menjamin bahwa daerah pengambilan kesimpulan tidak menjadi sempit. Dalam suatu golongan satuan-satuan percobaan keragaman respons percobaan diharapkan lebih banyak ditimbulkan oleh t perlakuan berbeda daripada oleh faktor-faktor kebetulan yang tak-terkendalikan penuh.
Andaikan eij melambangkan komponen sisaan pada satuan percobaan ke-j yang menerima perlakuan ke-i jika tanpa tindakan pengendalian lokal. Dengan melakukan suatu usaha pengendalian lokal terhadap bahan percobaan komponen eij direduksi menjadi e’ij = eij - bj.
Komponen sistematik bj melambangkan pengaruh karena perbedaan golongan satuan-satuan percobaan. Berdasarkan model yij = m + ti + eij, Var(eij) diduga oleh:
= [6.7. 1]
sedangkan berdasarkan model yij = m + ti + bj+ eij, Var(eij’) diduga oleh:
= [6.7. 2]
Dalam hal ini tr = n, sehingga untuk r > 1 berlaku (n - t) > (t - 1)(r - 1). Teoritik pembilang untuk penduga bagi selalu lebih kecil daripada pembilang untuk penduga bagi .
Apakah akan lebih kecil daripada ? Karena penyebut (pembagi) dalam rumus untuk penduga-penduga bagi dan seperti diberikan di atas tetap maka dalam praktik apakah akan lebih kecil daripada akan tergantung pada apakah penggolongan bahan percobaan efektif menghasilkan pereduksian jumlah kuadrat sisa jauh lebih kecil daripada yang diberikan oleh suatu rancangan tanpa pengendalian lokal. Sehingga dapat mengimbangi keadaan (n - t) > (t - 1)(r - 1).
Untuk n satuan percobaan benar-benar heterogen pada umumnya harapan tersebut menjadi kenyataan. Sehingga dalam situasi ini komponen e’ij memang lebih layak dipandang sebagai suatu galat percobaan daripada komponen eij.
Dalam makna sempit yang dimaksudkan dengan pengelompokan ialah pembagian atau pemilahan satuan-satuan percobaan didasarkan pada beberapa ciri yang terpaut dengan medan, tempat atau ruang yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu anakgugus satuan-satuan percobaan berkondisi cukup seragam.
Apa penciri yang harus dipertimbangkan dalam pengelompokkan satuan-satuan percobaan tentu harus dipikirkan berkenaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peubah(-peubah) respons yang akan diamati. Jadi, harus relevan terhadap peubah respons yang akan diamati. Oleh karena itu, pengelompokkan berdasarkan suatu faktor mungkin efektif untuk suatu peubah respons tetapi dapat tidak demikian halnya untuk suatu peubah respons yang lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan penggrupan atau pelapisan dalam makna sempit ialah pe-milahan satuan-satuan percobaan ke dalam suatu golongan, grup atau lapisan yang dapat dianggap cukup seragam berdasarkan pada kesamaan dalam ciri-ciri (yaitu bukan dari peubah yang identik dengan sembarang peubah respons) bahan percobaan yang bukan berkenaan dengan posisi atau lokasi dalam dimensi ruang. Misalnya, seks, status sosial, status ekonomi, latar budaya, asal, kurun waktu dan sebagainya.
Dalam buku ini, penulis (dan diharapkan juga pembaca) menggunakan istilah pengelompokan dalam makna luas, yang mencakup juga pengertian sempit istilah penggrupan atau pelapisan tadi. Yaitu, dalam pengertian pengendalian keragaman tak-dikehendaki yang terdapat atau terjadi pada bahan atau satuan-satuan percobaan oleh kekuatan-kekuatan internal maupun eksternal.
Dalam praktik acapkali pengelompokan didasarkan pada penilaian serempak terhadap banyak faktor. Tetapi, pengelompokkannya tidak didasarkan atas perbedaan-perbedaan terukur melainkan hanya melalui penilaian pertimbangan atau intuisi saja.



Keortogonalan
Di samping tiga asas pokok pengendalian keragaman mengganggu seperti telah dibahas di atas, ada tiga asas tambahan yang penting diperhatikan dalam merancang pengumpulan data dengan metode percobaan. Ketiga asas tambahan ini ialah keortogonalan, keefisienan dan pemautan atau pembauran.
Asas keortogonalan penting agar dapat dijamin bahwa dugaan keragaman acak antar rataan-rataan respons terhadap perlakuan-perlakuan sama besarnya untuk semua pasang perlakuan-perlakuan yang diulang sama sering dan memiliki derajat keragaman galat acak yang sama pula. Analisis statistika terhadap suatu rancangan ortogonal lebih sederhana serta lebih mudah untuk diuji dan ditafsirkan daripada setiap rancangan tak-ortogonal. Lagipula rancangan-rancangan ortogonal paling efisien di antara semua rancangan.
Setiap rancangan ortogonal memiliki sifat bahwa beda dua rataan sembarang dua kategori tidak mengandung pengaruh-pengaruh sembarang kategori lainnya, kecuali pengaruh beda respons dua kategori yang dibandingkan dan pengaruh galat acak. Pengaruh perlakuan-perlakuan dikatakan ortogonal terhadap sumber-sumber keragaman lainnya jika beda-beda antar rataan-rataan perlakuan hanya mengandung beda-beda yang timbul karena pengaruh sebenarnya perlakuan-perlakuan ditambah beda-beda dari galat-galat acak.
Definisi lain untuk keortogonalan adalah: "Andaikan ni ialah frekuensi alokasi atau terdapatnya perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j. Pengaruh perlakuan dikatakan ortogonal terhadap pengaruh kelompok jika nisbah n1j : n2j : . . . ntj tetap tidak berubah untuk sembarang nilai j = 1, 2, . . . , r”.
Teladan 6.7.1
Misalkan 10 satuan percobaan terdapat dalam lima kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok satuan-satuan percobaan dialokasikan dua macam perlakuan. Berdasarkan definisi keortogonalan, rancangan ini bersifat ortogonal karena:
(a) n1j: n2j = 1 : 1, untuk semua j = 1, 2, . . ., 5
(b) model linear aditif untuk rancangan tadi dapat dicatat sebagai yij = mi + e*ij; j = 1,2, .., 5.
Karena komponen e*ij dalam teladan ini terdiri atas pengaruh kelompok dan pengaruh galat acak, maka dengan menggunakan rataan umum untuk reparameterisasi, model tadi dapat diuraikan menjadi:
yij = mi. + m.j + eij ,
untuk semua i = 1, 2, …, t
dan j = 1, 2, …, 5
= m + (mi. - m) + (m.j - m) + eij
= m + ti + bj + eij
pengaruh pengaruh pengaruh galat
perlakuan kelompok pada satuan ke-ij
ke-i ke-j
Dugaan-dugaan bagi parameter-parameter model terakhir ini masing-masing adalah:
m ; ti ; bj ;
e [6.7.3]
Jumlah beda-beda antar satuan-satuan percobaan yang menerima perlakuan 1 dan 2 adalah:
y1. – y2. = 5(t1 - t2) + S (e1j - e2j)
Perhatikan bahwa ruas kanan persamaan terakhir ini tidak mengandung komponen pengaruh kelompok-kelompok. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengaruh perlakuan dalam rancangan tadi ortogonal terhadap pengaruh kelompok. Sedangkan beda dua rataan perlakuan adalah:
= (t1 - t2) + 1/5 S (e1j - e2j) [6.7.4]
Keefisienan
Ukuran besar-kecilnya galat acak diberikan oleh ragam galat acak percobaan, yaitu yang dilambangkan dengan s sebagai penduga bagi . Galat-galat sistematik yang menimbulkan bias umumnya terjadi karena cara-cara mengukur atau menilai respons yang kurang seksama, penggunaan alat ukur kurang terandalkan atau dari penggunaan bahan percobaan yang tidak tepat. Yang disebut terakhir ini dinamakan sebagai kekeliruan bahan.
Respons percobaan yang diukur dengan baik dan benar sehingga menghasilkan dugaan yang kurang berbias dikatakan mempunyai keseksamaan atau ketepatan tinggi. Adanya bias tidak dapat ditemukan melalui ragam galat acak. Karena bias timbul bukan oleh peristiwa acak.
Erat hubungannya dengan ragam galat acak percobaan adalah istilah koefisien keragaman (KK) data percobaan, yang diukur sebagai suatu nisbah antara dugaan simpangan baku percobaan dengan dugaan rataan umum respons-respons:
KK(yij) = x 100 % [6.7. 5]
Sedangkan koefisien keragaman rataan suatu perlakuan merupakan suatu nisbah antara dugaan galat baku percobaan dengan dugaan rataan umum respons-respons:
KK( ) = x 100 % [6.7. 6]
Nilai KK yang kecil menjadi harapan peneliti sewaktu menentukan ukuran apa yang akan dipakai untuk menilai ketelitian nisbi suatu peubah respons. Nilai KK yang tinggi, misalnya lebih dari 15 % untuk respons berupa hasil bulir suatu kultivar tanaman serealia dalam suatu percobaan lapang, memberikan petunjuk akan keperluan meninjau kembali pra-sarana, sarana dan teknik yang digunakan dalam percobaan. Termasuk cara-cara pengukuran dan kondisi lingkungan percobaan. Jika diketahui bahwa suatu corak percobaan selalu menghasilkan KK dalam rentang nilai-nilai tertentu (yang didapat sebagai hasil rekaman akumulasi cukup banyak hasil percobaan serupa) maka nilai KK dari suatu percobaan serupa yang berada di luar rentang empiris tadi patut dicurigai sebagai suatu keadaan yang mungkin menyimpang daripada biasanya.
Nilai KK yang jauh lebih kecil daripada had bawah rentang empiris KK pun patut dicurigai dari kemungkinan data percobaan telah “diatur” atau “disesuaikan” agar sesuai dengan suatu tujuan tertentu, yaitu paling tidak agar percobaannya dinilai memiliki ketelitian yang tinggi.
Percobaan yang memiliki ragam galat acak kecil dikatakan sebagai telah dilaksanakan dengan ketelitian tinggi. Makin kecil ragam galat acak percobaan makin kecil pula beda nyata yang diperlukan untuk memutuskan bahwa dua rataan populasi respons-respons terhadap dua perlakuan berbeda tidak dapat dianggap sebagai sama besar. Ketelitian yang tinggi menunjukkan percobaan dapat memberikan keterangan lebih banyak.
Dengan demikian, kebalikan ragam galat acak percobaan dapat digunakan sebagai tolok ukur banyaknya keterangan yang dapat disajikan dari suatu rancangan percobaan dibandingkan dengan rancangan yang lain. Dua rancangan yang sama-sama menghasilkan dugaan-dugaan tak-bias untuk ragam galat percobaan mungkin saja memiliki tingkat keefisienan yang berbeda. Suatu rancangan dikatakan lebih efisien daripada rancangan yang kedua jika ragam galat percobaan yang dihasilkan oleh rancangan pertama lebih kecil daripada oleh rancangan kedua. Jadi, pembandingan dapat digunakan sebagai suatu ukuran dalam menilai keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan yang lain.
Tetapi, karena ketika memperoleh dugaan untuk ragam galat acak percobaan juga bersangkut-paut dengan besarnya derajat bebas bagi sumber keragaman galat acak, maka perbandingan tersebut harus dikoreksi dengan derajat bebas galat acak masing-masing rancangan. Fisher (1935) menyusun suatu ukuran keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan lain dalam rumus berikut:
Keefisienan nisbi rancangan
A : B =
= [6.7. 7]
Andaikan keefisienan nisbi rancangan A terhadap rancangan B sama dengan 110 %. Ini berarti bahwa dengan 10 ulangan yang digunakan pada rancangan A akan memberikan ketelitian yang sama dengan penggunaan 11 ulangan pada rancangan B. Dengan perkataan lain, dengan rancangan A dapat dihemat pemakaian satuan percobaan sebanyak 10 % daripada jika menggunakan rancangan B.
Makin tinggi keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan yang lain (untuk suatu percobaan menggunakan t perlakuan tertentu) maka akan makin peka pula rancangan itu dibandingkan terhadap rancangan yang kedua dalam menemukan adanya beda respons rata-rata antara dua perlakuan yang dibandingkan. Oleh karena itu pengukur keterangan sering pula dinamakan sebagai ukuran kepekaan suatu rancangan.
Penyetimbangan dan Pemautan
Jika untuk suatu percobaan tidak mungkin diselenggarakan dengan rancangan ortogonal maka rancangan-rancangan setimbang masih dapat dipertimbangkan.
Rancangan-rancangan setimbang masih dapat menjamin bahwa beda-beda antar pasang pengaruh perlakuan semuanya mempunyai ragam-ragam yang sama. Misalkan ada t perlakuan, sedangkan banyaknya satuan percobaan yang masih dapat dipertimbangkan nisbi seragam keadaannya adalah k < t satuan dalam tiap kelompok satuan-satuan percobaan. Jadi, ke dalam tiap kelompok satuan-satuan percobaan tidak semua dari t perlakuan dapat ditampung, kendati masing-masing perlakuan dialokasikan untuk satu kali saja. Banyaknya kelompok satuansatuan percobaan yang tersedia adalah b kelompok.
Rancangan setimbang menuntut syarat bahwa tiap perlakuan diuji dengan frekuensi sama banyak, umpamanya r kali. Oleh karena itu, haruslah b x k = t x r. Dengan konfigurasi demikian penganalisisan dan penafsiran data masih mudah dilakukan. Jika anggapan kesamaan ragam-ragam galat acak dapat dipenuhi oleh data respons maka dengan ulangan-ulangan yang sama banyak tadi beda-beda juga akan mempunyai ragam-ragam yang sama pula.
Rancangan-rancangan ortogonal merupakan rancangan setimbang. Tetapi tidak setiap rancangan setimbang memiliki keortogonalan. Rancangan kelompok biasanya adalah suatu rancangan setimbang. Tetapi, rancangan kelompok tak-lengkap setimbang biasanya bukan lah suatu rancangan ortogonal.
Pemautan (pembauran) adalah suatu teknik rancangan untuk mengalokasikan semua kombinasi perlakuan suatu percobaan faktorial lengkap ke dalam suatu gugus satuan-satuan percobaan sehingga tiap kombinasi perlakuan teralokasikan satu kali ke dalam tiap gugus satuan-satuan percobaan. Tetapi, masing-masing gugus satuan-satuan percobaan ini tidak dapat dipandang sebagai terdiri atas satuan-satuan percobaan nisbi seragam, walaupun keragaman antar satuan-satuan percobaan dalam tiap gugus lebih kecil daripada keragaman antar gugus satuan-satuan percobaan. Tiap gugus satuan-satuan percobaan dipandang sebagai terdiri atas beberapa anak-gugus terputus satuan-satuan percobaan, yaitu berdasarkan kriteria tertentu yang digunakan dalam pengelompokkan satuan-satuan percobaan.
Terhadap satuan-satuan percobaan dalam kelompok masing-masing gugus (ulangan) satuan-satuan percobaan dialokasikan pecahan (fraksi) tertentu dari seluruh t perlakuan komposit. Sedangkan masing masing gugus perlakuan lainnya dialokasikan ke dalam kelompok lainnya dalam satu ulangan. Prosedur serupa ditirukan lagi terhadap ulangan yang lain. Tetapi, tidak harus dengan susunan gugus pecahan perlakuan-perlakuan yang tetap sama. Oleh karena itu, dengan pemautan akan ada keterangan dari pengaruh perlakuan-perlakuan tertentu (biasanya dari interaksi ordo tinggi) yang dikorbankan. Karena tak-terbedakan (terpaut) pengaruhnya dengan kelompok dalam ulangan.
Pemautan sebagian dalam rancangan kelompok taklengkap dapat lebih efisien daripada rancangan kelompok lengkapnya, yaitu tergantung pada keragaman percobaan dan pengendalian lokal yang dilakukan. Jadi, antara pengendalian lokal dan keortogonalan dapat saling berhubungan (Gambar 6.7.1a).
Pada percobaan medis dengan objek-objek ialah orang atau hewan digunakan satu tambahan asas lagi, yaitu asas pembutaan, perahasiaan atau penyamaran tunggal atau ganda. Perahasiaan tunggal diberlakukan agar objek-objek percobaan tidak mengetahui perlakuan apa yang diberikan kepadanya. Sedangkan pada perahasiaan ganda bukan hanya objek percobaan yang tidak boleh tahu tetapi juga pengamat.
Asas penyetimbangan dan pemautan juga banyak digunakan dalam rancangan permukaan respons. ‘Rancangan percobaan’ mempertelakan hubungan antara t perlakuan dengan n satuan percobaan yang digunakan dalam suatu percobaan. Yaitu, berkenaan dengan kiat dalam pengendalian keragaman takdikehendaki yang diperkirakan terpaut dengan bahan percobaan dan prosedur pengalokasian t perlakuan terhadap n satuan percobaan.
Rancangan pengendalian tidak mempengaruhi analisis yang diarahkan baik oleh rancangan perlakuan maupun rancangan respons. Istilah ‘rancangan percobaan’ seperti dibicarakan dalam sebagian besar buku-ajar perancangan percobaan sebetulnya kurang tepat. Karena, secara utuh 'rancangan percobaan' hanyalah salah satu komponen saja dari rancangan pengumpulan data dengan metode percobaan. Komponen-komponen lainnya ialah rancangan perlakuan dan (jika
memang diperlukan) rancangan pengamatan (rancangan respons). Kedua istilah rancangan disebutkan terakhir sudah cukup umum diterima (Federer, 1955; Federer, 1973 ;Urquhart, 1981).
Berdasarkan pengertian di atas istilah 'rancangan percobaan' agaknya lebih tepat disebut sebagai 'rancangan lingkungan percobaan'. Salah kaprah yang sudah terlanjur berlangsung lama ini lebih diperparah lagi dengan adanya kenyataan bahwa hampir semua buku ajar 'perancangan percobaan' bias, yaitu sangat terbatas memberikan porsi untuk masalah perancangan tetapi lebih banyak memberikan perhatian pada aspek analisis data percobaan dengan analisis ragam sebagai teknik yang mendominasi.
Beberapa "rancangan survei contoh analitis" memiliki kesejajaran tujuan dengan beberapa ‘rancangan percobaan’. Misalnya, pemetikan contoh acak sederhana paralel dengan rancangan acak lengkap. Pemetikan contoh acak berlapis paralel dengan rancangan acak kelompok lengkap.
Rancangan pemetikan contoh bertingkat banyak sejajar dengan rancangan tersarang. Tetapi, kelemahan utama metode-metode bukan percobaan adalah dalam hal keterbatasannya untuk dapat mengadopsi beberapa dari keenam asas dalam perancangan percobaan dalam pengendalian keragaman-keragaman mengganggu dari peubah-peubah tambahan pada tahap perancangan kajian. Terutama terhadap pengaruh-pengaruh tak-diinginkan dari peubah-peubah pembaur (pemaut). Beberapa pengendalian terhadap pengaruh-pengaruh dari peubah-peubah kelas C ada yang dapat dilakukan pada tahap pasca perancangan, yaitu ketika analisis data.
Sejumlah satuan percobaan yang akan digunakan dalam suatu percobaan umumnya telah dipilih dengan seksama dan jika dikhawatirkan adanya pengaruh-pengaruh penting dari peubah-peubah tambahan terhadap peubah-peubah penelitian maka diusahakan pengendalian yang ketat, yaitu sepanjang praktis terkelola. Untuk beberapa peubah tambahan yang dapat dikenali dan dikendalikan pengaruh-pengaruhnya, pengendalian dilakukan dengan teknik pengelompokan atau penggolongan satuan-satuan percobaan dalam satu atau beberapa cara untuk mendapatkan kelompok-kelompok dari satuan-satuan percobaan yang dapat dianggap nisbi berkondisi seragam.
Pengaruh-pengaruh bermakna dari peubah-peubah kelas D yang tidak dapat dikendalikan sepanjang praktis dapat dilakukan dihindarkan atau jika tidak maka pengaruh-pengaruhnya dipautkan terhadap kelompok-kelompok atau grup-grup dari satuan-satuan percobaan. Pengendalian dengan pengacakan lebih mungkin dilakukan dengan intensif pada metode percobaan daripada kedua metode pengumpulan data yang lain. Yaitu, untuk maksud mengubah pengaruh-pengaruh sistematis dari peubah-peubah kelas D menjadi berperilaku seperti peubah-peubah dari kelas R.

15- METODE-METODE PENGUMPULAN DATA

Semua metode statistika sebagai alat untuk penelitian bekerja dengan perancangan dan pengumpulan dan analisis data empiris. Data empiris didapat dari pengamatan terhadap objek-objek penelitian.
Secara umum metode-metode pengumpulan data dalam kajian-kajian ilmiah dengan penerapan statistika dapat digolongkan ke dalam dua macam kajian, yaitu dengan metode:
(i) Percobaan-percobaan contoh
percobaan-percobaan contoh beracak
percobaan-percobaan contoh bukan-beracak
(ii) Survei atau “sigi”
· cacah lengkap (sensus)
· survei contoh
Kish (1987) membedakan antara metode survei contoh peluang (survei contoh acak) atau survei analitik (Cochran, 1983) dengan metode “kajian observasional”. Beberapa penulis memberikan istilah “kajian kasus” untuk yang dimaksud Kish (1966; 1987) sebagai kajian observasional. Istilah kajian observasional (Cochran, 1983; Kish, 1966; 1987) mungkin terasa asing dan membingungkan bagi sebagian pengguna statistika. Bukankah semua kajian ilmiah berkenaan dengan pengamatan?
Pada dasarnya, metode survei contoh peluang dan kajian observasional keduanya termasuk ke dalam metode survei. Yang dimaksud oleh Kish (1966; 1987) sebagai “kajian observasional” ialah metode-metode pengumpulan data selain metode percobaan contoh beracak dan metode survei contoh peluang. Misalnya, survei cacah lengkap (sensus), percobaan contoh quasi, percobaan mutlak dan kajian-kajian kasus yang memandang suatu gugus objek-objek yang dikaji sebagai suatu universum atau sebagai suatu contoh bukan-acak yang dianggap layak mewakili suatu universum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian-kajian observasional mungkin bekerja dengan:
( i) contoh-contoh bukan acak
(ii) suatu atau beberapa universum kongkrit berukuran terhingga, yaitu sebagai suatu kajian cacah lengkap (sensus)
Kajian “irisan silang” (cross sectional study) dan kajian “longitudinal” tidak jarang dilakukan dengan metode kajian observasional. Kajian irisan-silang bekerja dengan penggolongan data peubah-peubah penelitian (Y atau X) ke dalam suatu ‘tabel silang’ berdimensi satu, dua, tiga atau lebih yang terbentuk oleh satu, dua atau lebih kelas atau kategori peubah-peubah dari kelas C dan/atau peubah X. Isi dari sel-sel tabel silang tadi mungkin dalam bentuk frekuensi-frekuensi atau statistik-statistik senarai.
Ada dua macam kajian longitudinal, yaitu “kajian prospektif” dan “kajian retrospektif”. Keduanya bekerja dengan waktu: riwayat masa lalu atau prediksi kejadian-kejadian masa depan (pendek, menengah, panjang).
Kajian prospektif bertolak dari diberikannya atau dimilikinya satu atau lebih ‘perlakuan’ (projek dan sebagainya) atau kondisi - biasanya terhadap manusia atau masyarakat - kemudian respons atau dampaknya diamati (dipantau) sesudah (selama) jangka waktu tertentu dalam kondisi alami. Ada beberapa istilah untuk kajian tadi, misalnya:
“sesudah lawan sebelum” suatu perlakuan; “dengan lawan tanpa”; “dengan lawan bukan dengan” suatu perlakuan; “sesudah-sebelum dengan lawan sesudah-sebelum bukan dengan”; “evaluasi program”
Perlakuan-perlakuan tersebut misalnya ialah suatu metode pengajaran, dua metode pengajaran, dengan dan tanpa helm, dengan dan tanpa sabuk pengaman, terdedah dan tidak terdedah, obat A dan obat B, petani koperator dan petani bukan koperator suatu projek penyuluhan pengembangan budidaya tanamjamak dan projek Instruksi Presiden Desa Tertinggal (IDT) dan tanpa proyek IDT.
Kajian retrospektif bekerja sebaliknya. Pada suatu saat, untuk suatu peubah Y peneliti mengenali dua atau lebih kategori kejadian, kemudian dilacak ke belakang untuk mengkaji apa gerangan peubah-peubah yang berperan atas kejadian-kejadian tersebut. Peubah-peubah tersebut mungkin ialah peubah-peubah sebab, indikator, penggubah atau bahkan pembaur/pemaut.
Misalnya, bobot lahir bayi-bayi ada yang termasuk dari kelas bobot lahir rendah (BLR) dan ada yang termasuk dari kelas bobot lahir cukup atau tinggi (BLC). Yang disebutkan pertama teoritis dipandang sebagai bayi-bayi berisiko lebih besar daripada yang disebutkan terakhir. Misalnya dalam hal tumbuh-kembang, morbiditas, mortalitas dan kecerdasan – terutama dalam usia lima tahun ke bawah. Jika kajian dimaksudkan untuk mengenal ibu-ibu dengan ciri-ciri apa lebih dapat diperkirakan melahirkan bayi-bayi BLR atau BLC (umum disebut sebagai faktor-faktor risiko ibu) maka kajian tersebut ialah suatu kajian retrospektif. Tetapi, jika kajian diarahkan untuk mengamati apa yang terjadi kemudian hari terhadap bayi-bayi dari kelas BLR atau kelas BLC maka ini adalah suatu kajian prospektif.
Percobaan Contoh
Umumnya n satuan percobaan dipandang sebagai suatu contoh nyata yang dibayangkan berasal dari suatu universum berukuran amat besar sehingga praktis dapat dipandang sebagai berukuran tak-terhingga. Percobaan demikian dinamakan sebagai percobaan contoh.
Suatu percobaan contoh bekerja dengan contoh nyata tetapi universum petik berukuran N satuan percobaan sebetulnya ialah suatu universum khayalan atau universum artifisial. Yaitu yang terdefinisikan berdasarkan ciri-ciri penting dari n satuan percobaan yang digunakan dalam suatu kajian dengan metode percobaan.
Perbedaan utama antara metode percobaan dan metode survei terletak pada intensitas intervensi peneliti dalam pembangkitan data untuk kajiannya. Pada metode percobaan, peneliti aktif dan dengan ‘intens’ serta sistematis mengalokasikan t perlakuan yang dikehendaki terhadap objek-objek percobaan agar data empiris terbangkitkan sebagai respons-respons dari n objek percobaan terhadap t perlakuan atau stimuli yang diterimanya. Jadi, di sini satu atau lebih faktor dari t perlakuan sederhana atau komposit dapat dipandang sebagai suatu atau beberapa peubah “penggubah” (atau “pembaur”, yaitu pada perlakuan-perlakuan ciri).
Tanpa adanya perlakuan tidak terbangkitkan respons-respons atau ciri-ciri yang dapat diamati untuk satu atau beberapa peubah tertentu yang relevan mencerminkan pengaruh-pengaruh dari peubah-peubah perlakuan.
Sedangkan pada metode survei (survei contoh peluang dan kajian observasional) campur-tangan peneliti dalam pembangkitan data terhadap objek-objek penelitian tidak ada atau sangat terbatas. Peneliti umumnya tidak merancang untuk menentukan atau mengetahui sebelumnya nilai-nilai suatu peubah kelas E pada tahap penyusunan rancangan kajian. Semua data peubah penelitian yang telah ditetapkan dalam model rumusan masalah ditambang menurut faktanya melalui sejumlah pengamatan terhadap objek-objek penelitian. Ada kalanya juga diamati beberapa peubah yang dipikirkan dapat dipandang sebagai peubah-peubah kelas C untuk dikendalikan pada tahap perancangan atau dalam pelapisan paska. Dengan perkataan lain, peneliti nyaris tinggal melakukan pengamatan sepanjang data yang diperlukan dapat diberikan oleh objek-objek yang diteliti.
Dalam metode percobaan, terhadap suatu satuan percobaan dialokasikan satu dan hanya satu macam perlakuan (sederhana atau komposit) saja. Terhadap n satuan percobaan dialokasikan t £ n macam perlakuan. Dengan perkataan lain, suatu perlakuan mungkin dicobakan terhadap lebih dari satu satuan percobaan. Dikatakan bahwa perlakuan itu diulang.
Faktor-(faktor) dari t perlakuan berperan sebagai peubah(-peubah) penggubah atau pengintervensi terhadap ekspresi satu atau beberapa peubah respons objek-objek percobaan. Dalam hal ini dikatakan bahwa faktor(-faktor) dari t perlakuan berperan dalam ‘mengkondisikan’ satuan-satuan percobaan ke dalam kondisi-kondisi baru. Yaitu, satuan-satuan percobaan dengan masing-masing perlakuan tertentu yang dicobakan terhadap satuan-satuan percobaan semula.
Perlakuan
Perlakuan ialah suatu tindakan, metode, prosedur, bahan dan sebagainya yang diberikan kepada satu atau beberapa satuan percobaan. Sedangkan suatu faktor dari t perlakuan ialah suatu peubah penggubah. Tetapi, ini adalah suatu “pengertian sempit” mengenai istilah perlakuan. Ada kalanya terhadap sembarang satuan percobaan semula sebenarnya tidak ada pengalokasian perlakuan. Satuan-satuan percobaan yang digunakan dalam suatu kajian memiliki kondisi-kondisi, identitas-identitas atau ciri-ciri melekat yang beraneka ragam dalam satu atau beberapa peubah ciri penting yang diminati peneliti untuk dikaji. Sebanyak t macam kondisi atau identitas penting yang dimiliki oleh n satuan percobaan semula dinamakan sebagai “perlakuan-perlakuan ciri” (Urquhart, 1981). Seks, spesies, varietas, galur, klon, altitude lokasi, lokasi sumber, jenis tanah di suatu tapak dan musim misalnya adalah beberapa teladan dari sekian banyak perlakuan-perlakuan ciri. Dalam “pengertian diperluas”, istilah perlakuan mencakup pengertian “perlakuan intervensi” dan “perlakuan ciri”.
Satuan percobaan
Dalam pengertian konvensional, “satuan percobaan” ialah suatu satuan dari bahan percobaan yang akan diberi satu macam perlakuan (sederhana atau komposit). Atau, suatu satuan dari bahan percobaan yang memiliki ciri-ciri melekat yang ingin dikaji perbedaan-perbedaannya dan sebagainya dalam satu atau lebih peubah-peubah ciri lainnya.
Pengertian di atas untuk istilah satuan percobaan tadi tidak selalu mudah dikenal dan diterapkan dalam praktik. Konsep statistis untuk istilah satuan percobaan adalah sebagai berikut. Universum bahan percobaan dipandang sebagai terdiri atas unsur-unsur atau satuan-satuan terkecil yang terdefinisikan dengan baik. Satuan-satuan terkecil tersebut terdefinisikan oleh t macam perlakuan, yaitu menjadi t anak-universum terputus, masing-masing dari ukuran tertentu: N1, N2, . . . . , Nt; t anak-universum dinamakan juga sebagai universum-universum target. Suatu satuan percobaan menerima (atau memiliki) satu dan hanya satu macam perlakuan sederhana atau komposit saja. Dengan perkataan lain, universum bahan percobaan terbagi habis oleh t macam perlakuan (dalam makna diperluas).
Jelas bahwa universum target yang dimaksud tidak alami karena bersifat artifisial. Yaitu, yang dikhayalkan ada berdasarkan t perlakuan atau struktur hubungan-hubungan antar t perlakuan. Jelas pula betapa strategis kedudukan suatu rancangan perlakuan dalam mendefinisikan universum bahan percobaan dan ruang inferens, yaitu “universum-universum atau populasi-populasi target”. Mengingat kedudukan strategisnya, rancangan perlakuan perhatian seharusnya dijadikan pusat perhatian dalam penyusunan suatu rancangan percobaan.
Satuan pengamatan
Andaikan terhadap suatu contoh S = {s1, s2, ..., sn} berukuran n dilakukan pengamatan-pengamatan untuk suatu peubah. Pengamatan untuk mengetahui atribut-atribut, ciri-ciri atau respons-respons dari n objek penelitian mengenai suatu peubah dilakukan terhadap satuan-satuan pengamatan.
Pengamatan untuk suatu peubah tidak selalu dapat atau ingin dilakukan terhadap satuan-satuan contoh/percobaan. Dengan perkataan lain, satuan pengamatan tidak selalu ialah satuan percobaan/ contoh. Misalnya, untuk suatu percobaan lapang dalam bidang agronomi katakanlah bahwa satuan percobaannya ialah suatu petak dari bentuk dan ukuran tertentu. Tetapi, untuk mengukur tinggi tanaman satuan pengamatannya ialah rumpun individual tanaman padi, bukan petak pertanaman padi. Sedangkan untuk mengamati hasil tanaman padi peneliti mungkin mempertimbangkan petak netto atau rumpun individual atau keduanya sebagai satuan pengamatan.
Teladan lain, dalam suatu percobaan kebugaran satuan percobaan yang digunakan misalnya ialah individu manusia. Untuk mengamati perubahan kadar trigliserida darah dilakukan determinasi terhadap cuplikan darah yang diambil dari tiap individu objek percobaan. Di sini satuan pengamatan yang digunakan untuk pengukuran kadar trigliserida darah adalah cuplikan darah.
Dari teladan-teladan di atas tadi jelas bahwa suatu satuan pengamatan merupakan bagian dari satuan percobaan. Pengukuran tinggi tanaman padi dilakukan terhadap rumpun-rumpun individual yang dipilih dari rumpun-rumpun padi dalam suatu petak pertanaman padi.
Satuan evaluasi
Analisis data mungkin akan dilakukan pada landas satuan pengamatan, misalnya respons individual rumpun padi atau pada landas satuan percobaan yaitu petak. Dalam hal yang disebutkan terakhir, data yang digunakan dalam hal teladan tadi biasanya adalah berupa rataan respons dari rumpun-rumpun padi yang diamati. Teladan lain, misalnya untuk mengkaji pewarisan potensi genetik sapi perah dalam menghasilkan susu. Evaluasi hanya layak dilakukan terhadap anak-anak betinanya. Anak-anak didapat sebagai hasil pengawinan sapi-sapi tetua betina (yang ingin dikaji potensi genetiknya dalam menghasilkan susu) dengan sapi(-sapi) tetua jantan tertentu. Dalam hal ini satuan evaluasi yang digunakan adalah anak-anak betina dari hasil pengawinan sapi-sapi tetua. Pengujian seperti ini dalam genetika disebut sebagai uji zuriat. Suatu landas yang digunakan dalam analisis data atau evaluasi hasil percobaan dinamakan sebagai “satuan evaluasi” atau “satuan analisis”.
Untuk pengamatan atribut-atribut suatu peubah perlu ditetapkan suatu satuan pengamatan. Ada kalanya untuk suatu peubah dapat dipertimbangkan lebih dari satu macam satuan pengamatan. Populasi-populasi target terdefinisikan dari t perlakuan dan macam satuan pengamatan yang digunakan dalam pengamatan untuk satu atau lebih peubah respons atau ciri.
Untuk suatu peubah pengamatan dengan suatu macam satuan pengamatan dibayangkan adanya suatu populasi sasaran data peubahtunggal, yang terberikan oleh suatu universum objek-objek. Yaitu, seperti terdefinisikan oleh satuan pengamatan yang digunakan dalam pengukuran atau penilaian atribut-atribut suatu peubah. Padahal terhadap objek penelitian umumnya dikehendaki pengamatan untuk lebih daripada satu macam peubah. Dengan demikian sebenarnya terdefinisikan suatu atau beberapa macam universum objek-objek sasaran yang dapat memberikan beberapa populasi data sasaran.
Metode Survei
Menurut Kish (1966) tujuan-tujuan suatu survei pada dasarnya dapat dikategorikan ke dalam bentuk survei yang dibutuhkan:
“survei analitik ataukah survei deskriptif?”
Suatu ringkasan rancangan-rancangan survei untuk kajian-kajian analitik dapat diperhatikan dalam Tabel 6.6.1.





Tabel 6.6.1. Beberapa metode survei analitik

Sedikit diketahui
Ranah terkaji-baik
Tidak ada kendali untuk seluruh kejadian
Rancangan-rancangan “cross-sectional”
Rancangan-rancangan faktorial
Percobaan-percobaan alami
Analisis peubahjamak, termasuk regresi jamak
Retrospektif tindak-lanjut

Kajian-kajian panel

Ada tindakan untuk me-ngendalikan kejadian-kejadian
Prospektif tindak-lanjut direncana dengan contoh penanding
Rancangan-rancangan Sebelum-dan-Sesudah (grup-grup berpasangan)

Kajian-kajian pengaruh-pengaruh dan intervensi











Sebagai bandingan, dalam Tabel 6.6.2 diberikan klasifikasi rancangan-rancangan kajian yang digunakan dalam praktik kajian-kajian medis. Yaitu yang diperoleh dari hasil telaah pustaka terhadap sejumlah besar laporan penelitian yang dipublikasikan (lihat Dawson, B. and R. G. Trapp. 2001. Basic & Clinical Biostatistics. Lange Medical Books/ McGraw-Hill, Singapore).
Tabel 6.6.2. Metode-metode dalam kajian-kajian biomedis

I. Observational studies
A. Descriptive or case-series
B. Case-control studies (retrospective)
1. Causes and incidence of diseases
2. Identification of risk factors
C. Cross sectional studies, surveys (prevalence)
1. Disease description
2. Diagnosis and staging
3. Disease processes, mechanism
D. Cohort studies (prospective)
1. Causes and incidence of disease
2. Natural history, prognosis
3. Identification of risk factors
E. Historical cohort studies
II. Experimental studies
A. Controlled trials
1. Paralel or concurrent controls
a. Randomized
b. Not randomized
2. Sequential controls
a. Self controlled
b. Crossover
3. Extenal controls (including historical)
B. Studies with no controls
III. Meta-analyses















Sedangkan beberapa rancangan prosedur untuk survei contoh deskriptif dapat dilihat dalam Tabel 6.6.3. Daftar dibuat dari adopsi terhadap suatu penataan uraian oleh Som (1996).
Tabel 6.6.3. Beberapa metode survei contoh deskriptif
Pemetikan berjenjang-
tunggal
Pemetikan acak sederhana
Pemetikan sistematik
Pemetikan dengan peluang proporsional terhadap ukuran
Pemetikan gerombol
Pemetikan berjenjang-
tunggal dilapis
Pemetikan acak sederhana dilapis
Pemetikan acak sederhana dilapis dengan peluang proporsional
terhadap ukuran
Pemetikan berjenjang-
jamak
Pemetikan acak sederhana berjenjang-jamak
Pemetikan berjenjang-jamak dengan peluang proporsional terhadap
ukuran
Pemetikan berjenjang-
jamak dilapis
Pemetikan Acak Sederhana berjenjang-jamak dilapis
Pemetikan berjenjang-jamak dilapis dengan peluang proporsional terhadap ukuran
Beberapa rancangan
pemetikan lainnya
Pemetikan berfase-jamak
Metode-metode dalam pendugaan kelimpahan spesies
































Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing dari Tiga Metode Pengumpulan Data
Dalam Tabel 6.6.4 disajikan ringkasan spesifikasi-spesifikasi mengenai metode-metode percobaan contoh beracak, survei contoh peluang dan kajian observasional/kasus.

Dari spesifikasi-spesifikasi tersebut dapat diidentifikasi kelebihan dan sekaligus juga kelemahan nisbi masing-masing metode. Yaitu, berdasarkan universum/ populasi target, jenis contoh dan pengelolaan atau penanganan terhadap peubah-peubah kajian - yaitu peubah-peubah kelas E -serta peubah-peubah kelas C, D dan R. Tidak ada metode yang unggul dalam segala situasi dan kondisi. Pada dasarnya metode-metode yang ada (selalu terbuka untuk perkembangan dan penyempurnaan) merupakan alternatif-alternatif yang dapat dipertimbangkan kelayakan akan penerapannya dalam pemecahan masalah praktis.
Metode percobaan contoh bekerja dengan sejumlah (n) satuan percobaan (experimental unit) dari bentuk dan/atau ukuran tertentu. Contoh kongkrit berukuran n satuan percobaan ini dipandang sebagai berasal dari universum banyak sekali satuan-satuan percobaan dengan kondisi-kondisi seperti dimiliki oleh n satuan percobaan yang digunakan untuk percobaan. Jadi, dalam metode percobaan contoh universum N satuan percobaan adalah abstrak; bersifat artifisial, yaitu dikhayalkan ada dengan kondisi-kondisi seperti kondisi-kondisi yang dimiliki oleh contoh n satuan percobaan. Contoh yang digunakan dalam sembarang percobaan contoh ialah suatu contoh sengaja.
Adanya sejumlah (t) perlakuan bukan hanya merupakan syarat mutlak untuk metode percobaan contoh tetapi sekaligus merupakan suatu kekhasan yang membedakannya terhadap dua metode pengumpulan data lainnya: metode survei contoh dan metode kajian observasional. Data respons percobaan tidak tersedia alami tetapi perlu dibangkitkan dengan penggunaan t perlakuan terhadap n t satuan percobaan.
Kedudukan rancangan t perlakuan sederhana atau komposit (kombinasi) dalam rancangan percobaan strategis sekali. Rancangan perlakuan menjabarkan rumusan masalah, pernyataan masalah (dan jika ada pernyataan hipotesis) dan tujuan percobaan. Rancangan t perlakuan menstrukturkan data dan mengarahkan analisis untuk suatu peubah respons.
Suatu faktor (peubah) perlakuan dirancang terdiri atas sejumlah nilai-nilai yang dicobakan, yang disebut sebagai taraf-taraf (levels) faktor perlakuan. Taraf-taraf suatu faktor ditetapkan atau diketahui dalam tahap penyusunan rancangan t perlakuan. Jadi, bersifat predetermined. Jadi, faktor dari t perlakuan bukan lah peubah acak.
Suatu faktor perlakuan yang dimaksud mungkin ialah suatu peubah diskret (kategorik atau cacah) atau suatu peubah kontinyu. Ditilik dari tipe pengaruhnya, suatu faktor perlakuan mungkin dipandang atau diperlakukan sebagai suatu faktor dari corak pengaruh tetap (fixed effect) atau faktor dari corak pengaruh acak (random effect). Taraf-taraf faktor pengaruh acak ditetapkan melalui pengacakan atau ditetapkan berdasarkan pandangan sebagai berasal dari proses acak.
Rancangan t perlakuan mungkin ialah dalam suatu percobaan: satu perlakuan, dua perlakuan, satu faktor, dua faktor atau lebih dari dua faktor. Dengan percobaan dua faktor atau lebih, t perlakuan adalah berupa perlakuan-perlakuan komposit (kombinasi).
Kombinasi-kombinasi dirancang (dipilih) dari hubungan taraf-taraf antar faktor-faktor. Untuk hubungan taraf-taraf antar sembarang dua faktor ada dua macam hubungan yang mungkin, yaitu dalam klasifikasi silang ataukah dalam klasifikasi tersarang (nested/hierarchical classification). Sedangkan untuk hubungan taraf-taraf antar sembarang tiga faktor atau lebih ada tiga macam hubungan yang mungkin, yaitu semuanya dalam klasifikasi silang, semuanya dalam klasifikasi tersarang/ berjenjang atau dalam klasifikasi campuran.
Dalam metode percobaan, terhadap suatu satuan percobaan dialokasikan (secara acak) satu dan hanya satu macam perlakuan (sederhana atau komposit) saja. Terhadap n satuan percobaan dialokasikan t £ n macam perlakuan. Dengan perkataan lain, suatu perlakuan mungkin dicobakan terhadap lebih dari satu satuan percobaan. Dikatakan bahwa perlakuan itu diulang (replicated), yaitu ditirukan terhadap beberapa satuan percobaan berbeda. Ini menyiratkan bahwa perlakuan yang diulang harus tetap sama (konsisten).

14- PERNYATAAN MASALAH dan PERNYATAAN HIPOTESIS

6.4.1. Pernyataan Masalah
Pernyataan masalah biasanya diucapkan dalam bentuk kalimat interogatif: apa/siapa, bilamana, di mana, mengapa atau bagaimana? Sedangkan pernyataan hipotesis diucapkan dalam bentuk kalimat maklumat (deklaratif) yang umumnya bersifat implikatif, mempunyai antesedens dan konsekuens, yang dibangkitkan dari rumusan masalah.
Adanya rumusan masalah yang jernih diperlukan dalam merumuskan pernyataan-pernyataan masalah yang baik. Jika seseorang berminat untuk memecahkan suatu masalah maka pada umumnya orang harus mengetahui lebih dahulu apa masalahnya. Bagian terbesar dari pemecahan masalah terletak pada mengetahui apa yang dipertanyakan untuk dicarikan jawabannya. Bagian lain terletak pada pengenalan mendalam terhadap masalah, khususnya apa masalah ilmiahnya. Jadi, jangan dibalik: “Saya ingin meneliti pengaruh-pengaruh faktor ini dan faktor itu, masing-masing pada taraf sekian dan sekian terhadap peubah respons anu”, yaitu apa yang hendak dilakukan.
Apa suatu pernyataan masalah yang baik? Walaupun masalah-masalah penelitian itu amat beraneka-ragam, dan tidak ada satu cara pun yang dapat dianggap tepat untuk menetapkan bahwa suatu pernyataan masalah adalah cukup baik. Tetapi, ciri-ciri tertentu masalah dan pernyataan masalah dapat dikaji dan digunakan untuk dipetik manfaatnya. Penyimakan menghasilkan bahwa suatu masalah adalah suatu kalimat interogatif. Yaitu, pernyataan yang menanyakan: “hubungan apa yang terdapat antara dua atau lebih peubah”?
Ada tiga kriteria dari masalah-masalah dan pernyataan-pernyataan masalah yang baik, yaitu (Kerlinger, 1973):
1. Pernyataan masalah dinyatakan secara jelas, tidak mendua, khusus dan dalam bentuk pertanyaan langsung yang menggambarkan bentuk masalah yang dihadapi. Daripada mengemukakan pernyataan, misalnya “Masalah yang diteliti ialah ......” atau “Sasaran dan tujuan penelitian ini ialah .......”, yang pada umumnya belum jelas menyatakan apa sebenarnya hal-hal yang dipermasalahkan dalam (rencana) penelitian bersangkutan, akan lebih baik membuat pernyataan masalah dalam bentuk kalimat pertanyaan. Ini tidak berarti bahwa seksi “Sasaran dan Tujuan Penelitian” harus ditiadakan. Coba periksa dengan seksama perbedaan dan hubungan antara pengertian “sasaran” dan “tujuan” pemecahan masalah.
2. Umumnya masalah menyatakan hubungan antara dua atau lebih peubah. Pertanyaan yang dapat dikemukakan misalnya: “Apakah A berhubungan dengan B; apa bentuk hubungannya?”, “Dalam bentuk bagaimana A dan B berhubungan terhadap C?”, “Dalam bentuk bagaimana A berhubungan dengan B pada suatu keadaan tertentu C dan D?”.
3. Pernyataan masalah harus dirumuskan agar cukup memberikan kemungkinan berimplikasi dapat dilakukannya pemeriksaan atau pengujian empiris. Suatu masalah yang tidak memiliki implikasi ini adalah suatu hubungan bukan masalah ilmiah. Suatu penelitian ilmiah memiliki ciri-ciri sistematis, terkendali, empiris, dan secara kritis menelaah proposisi-proposisi hipotetis terhadap hubungan-hubungan yang dipikirkan terdapat di antara gejala-gejala alami. Lain daripada itu, kriteria menyiratkan bahwa peubah-peubah yang digunakan haruslah terukur atau potensial dapat dinilai.
Berdasarkan kriteria di atas, ada cukup banyak masalah menarik dan penting dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal sebagai masalah bukan ilmiah. Misalnya karena pertanyaannya bukan merupakan suatu hubungan, pertanyaannya bukan merupakan suatu pernyataan implikatif atau peubah-peubahnya amat sukar atau tak-mungkin terdefinisikan dengan baik agar dapat diukur.
Masalah-masalah ilmiah bukan berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sistem nilai moral atau etika. Misalnya: “Apakah sistem disiplin dengan hukuman mengukur kenakalan anak?”; “Apakah suatu kepemimpinan organisasi akan demokratis?”; “Apa cara terbaik untuk mengajarkan statistika kepada mahasiswa program-program studi kependidikan?”; “Apakah kemiskinan berakibat buruk terhadap kelestarian lingkungan hidup?” ialah beberapa teladan masalah yang berkenaan dengan sistem nilai moral atau etika.
Pernyataan masalah mengandung satu atau beberapa pertanyaan ilmiah. Peneliti harus memikirkan usaha, cara atau metode yang memungkinkan untuk memperoleh jawabannya, terlepas dari jika metode tersebut dilaksanakan akan menghasilkan jawaban seperti yang diharapkan peneliti ataukah tidak. Jawaban tersebut berupa data yang akan dikumpulkan melalui suatu metode dan prosedur tertentu. Jadi, antara apa yang dikonsep dalam pernyataan masalah dengan apa yang dikonsep dalam rancangan kajian harus kongruen agar dimungkinkan untuk menilai dan merevisi salah satu atau keduanya sehingga pada akhirnya kedua ikhwal tersebut betul-betul terkait dalam kesepadanan.
Tetapi, tentu tidak dapat dibenarkan bilamana seseorang merumuskan pernyataan masalahnya berdasarkan apa yang akan dikerjakan dalam rancangan pengumpulan data.
6.4.2. Pernyataan Hipotesis
Hipotesis Penelitian
Anggapan, konsep atau teori sementara yang dijadikan landasan dalam perumusan, penyederhanaan atau penyarian bentuk dan asal masalah merupakan sumber yang dapat menghasilkan hipotesis-hipotesis. Pernyataan hipotesis penelitian dirumuskan setelah didapat rumusan dan pernyataan masalah yang jelas dan baik. Apabila peneliti ialah seorang penganut atau yang dapat menerima pendekatan kuantitatif, maka rumusan masalah diterjemahkan dalam bentuk suatu model matematis.
Suatu hipotesis penelitian adalah suatu pernyataan pra-duga mengenai hubungan antara dua atau lebih peubah. Hipotesis selalu dinyatakan dalam bentuk kalimat maklumat. Hipotesis menghubungkan, baik secara umum maupun khusus, suatu peubah terhadap suatu peubah lain. Jadi, bukan dalam bentuk kalimat bertanya. Hipotesis ialah suatu pernyataan sementara (karena didasarkan atas pra-duga), jawaban sementara atau teori sementara yang digunakan dalam menjelaskan hubungan antara dua atau lebih peubah.
Inferens, yaitu pendugaan atau pengujian terhadap parameter-parameter suatu model hubungan antar peubah-peubah penelitian, dimaksudkan untuk mendapatkan suatu generalisasi berdasarkan keterangan yang didapat dari suatu contoh atau beberapa contoh peluang, bukan dari suatu contoh lain atau populasi-populasi data yang didapat dari pengamatan terhadap seluruh objek anggota dari suatu universum atau universum-universum target.
Pentingnya Masalah dan Hipotesis
Pernyataan masalah dan hipotesis mempunyai posisi penting dalam membuat suatu rancangan kajian, karena melalui rumusan-rumusannya (Kerlinger, 1973):
a. Masalah dalam hipotesis langsung dapat diselidiki. Hubungan yang dinyatakan dalam suatu hipotesis memberitahu peneliti tentang apa yang harus dilakukan; dan
b. Masalah dalam hipotesis ditata dalam suatu pernyataan umum hubungan sehingga memungkinkan peneliti untuk membuat deduksi manifestasi empiris yang khas diimplikasikan dari masalah dan hipotesis. Pengendalian dapat dideduksi dari prediksi.
Menurut Kerlinger (1973) ada tiga alasan pokok mengapa hipotesis penting dan merupakan sarana yang umumnya tidak dapat dipisahkan dari penelitian ilmiah, yakni:
1. Hipotesis adalah perangkat kerja teori. Hipotesis dapat dideduksikan atau diturunkan dari teori atau hipotesis lainnya; hipotesis yang dapat diuji menghasilkan keputusan mungkin benar (dapat diterima) atau lancung (tidak dapat diterima) berdasarkan data yang dapat dikumpulkan dengan teliti.
2. Pengaruh-pengaruh dari faktor-faktor yang disingkirkan atau dikendalikan tidak diuji. Hanya hubungan-hubungan yang dihipotesiskan saja yang diuji. Karena hipotesis merupakan dugaan tentang hubungan maka mungkin hal ini yang dijadikan sebagai alasan utama digunakannya sebagai sarana dalam metode penemuan ilmiah; dan
3. Hipotesis merupakan alat tegar untuk pengembangan pengetahuan. Pendapat umum yang mengidentifikasi penelitian dengan kegiatan pengumpulan fakta (data) dibantah oleh Cohen (Kerlinger, 1973). Dia mengatakan bahwa tanpa beberapa gagasan yang dipedomani kita tidak mengetahui apa fakta yang harus dikumpulkan dan kita tidak dapat menentukan mana yang pantas dan mana yang sesungguhnya tidak perlu. Selanjutnya dia mengatakan bahwa tidak ada kemajuan sesungguhnya dalam pandangan ilmiah melalui cara pengakumulasian data empiris dengan metode Bacon tanpa adanya hipotesis atau sikap mengantisipasi masalah nyata yang dihadapi.
Para penganut aliran “penelitian membumi” menabukan adanya pra-sangka (hipotesis) dalam mengawali suatu penelitian masalah sosial-budaya. Teori (hipotesis) penelitian akan disusun kemudian setelah peneliti kembali dari “membumi”. Sebelum dan selama “membumi” mereka berusaha untuk ‘mengosongkan’ benaknya dari pemikiran-pemikiran (teori, hipotesis) yang ada.
Dengan cara ini mereka yakin bahwa kemandegan dalam menghasilkan teori-teori besar dalam bidang sosial-budaya dapat diterobos. Tetapi, apa mungkin dan jika mungkin bagaimana caranya seseorang ‘mencuci’ otaknya dari semua pengetahuannya semula?
Pernyataan Hipotesis yang Baik
Suatu masalah ilmiah umumnya tidak dapat segera dipecahkan kecuali setelah direduksi ke dalam bentuk hipotesis. Karena suatu pernyataan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan yang biasanya bersifat masih umum (meskipun sudah dirinci sekedarnya) dan tidak langsung dapat diuji. Jika dapat dirumuskan dengan baik maka suatu hipotesis dapat diuji.
Hipotesis dapat dipandang sebagai suatu simpulan sementara. Oleh karena itu, sebagai suatu simpulan (meskipun masih bersifat sementara) hipotesis tidak boleh dirumuskan serampangan atau asal ada saja. Perumusan suatu hipotesis harus didasarkan atas pengetahuan yang dapat dijadikan landasan dalam usaha menjelaskan masalah yang akan diteliti, termasuk penelaahan terhadap temuan-temuan terdahulu yang terkait dengan masalah yang akan dipelajari. Pertimbangan yang mendasari suatu hipotesis tentunya harus masuk akal. Misalnya, apa teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan kaitan antara elektrifikasi dan angka kelahiran bayi di pedesaan, fenomena perilaku agresif, fenomena bunuh diri dsbnya?
Tidak jarang peneliti berhadapan dengan suatu rumusan masalah yang masih terlalu umum, dan biasanya juga belum jelas. Rumusan hipotesis langsung terhadap masalah demikian terlalu luas untuk dapat diuji secara langsung. Jika hipotesis itu baik maka beberapa hipotesis lain yang dapat diuji mungkin dapat diturunkan darinya.
Hipotesis-hipotesis yang diturunkan dari suatu hipotesis utama (major hypothesis) atau hipotesis induk dinamakan sebagai anak-hipotesis. Teladan hipotesis-hipotesis dari masalah-masalah menarik yang terlalu luas misalnya ialah: kreativitas adalah suatu fungsi dari pengaktualan diri individu; pendidikan demokratis mempertinggi pembelajaran masyarakat dan kewarganegaraan; bersikap atau bertindak mentang-mentang di kelas menghambat imaginasi kreatif murid.
Keadaan ekstrim sebaliknya ialah masalah yang terlalu khusus. Tidak sedikit mahasiswa melakukan pereduksian masalah hingga sampai pada ukuran dapat dikerjakan. Rumusan hipotesis yang diturunkan dari rumusan masalah yang terlalu sempit tentu juga terlalu sederhana sehingga sumbangannya terhadap pengembangan teori juga kurang berarti.
Ada dua kriteria yang dapat digunakan dalam menilai apakah suatu hipotesis atau pernyataan hipotesis ‘baik’, yaitu sama halnya dengan pada masalah dan pernyataan masalah.
Pertama, hipotesis harus merupakan pernyataan penting (bermakna) mengenai hubungan antar peubah-peubah dalam pokok-pokok masalah.
Kedua, hipotesis berupa pernyataan jernih dengan implikasi-implikasi yang memungkinkan dapat dilakukan pengujian-pengujian terhadap hubungan yang dinyatakan.
Dengan kriteria tadi berarti bahwa pernyataan hipotesis mengandung dua atau lebih peubah yang terukur atau secara potensial ternilai dan pertelaan hubungan antar peubah-peubah. Suatu pernyataan yang tidak memenuhi salah satu dari atau kedua ciri ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu hipotesis ilmiah. Secara umum hipotesis menyatakan: "Jika A maka B", "Jika A dan jika B ........ maka Y", atau "Jika P maka Q, di bawah kondisi R, S, dan T".
Mengapa Hipotesis Harus Dirumuskan Lebih Dahulu?
Mengapa hipotesis harus dirumuskan lebih dahulu, yaitu sebelum prosedur pengumpulan data dirancang dan pengumpulan data empiris dilakukan adalah berkenaan dengan aturan permainan ‘bersih’.
Pernyataan hipotesis penelitian ilmiah bersifat implikatif atau prediktif. Adalah tidak ‘bersih’ atau tidak ‘adil’ jika seseorang baru menyatakan suatu prediksi setelah apa yang ingin diprediksi sudah terjadi. Ini tidak sesuai dengan aturan main untuk suatu teori prediksi yang digunakan.
Dalam beberapa ujicoba atau kajian memang ada pembandingan yang baru mungkin dirumuskan setelah pengumpulan data dilakukan. Misalnya, pertanyaan berikut: “Di antara 10 varietas padi sawah yang akan diujicoba, varietas apa yang memberikan hasil tertinggi?”. Pembandingan-pembandingan yang akan diperiksa (baca: diuji) disusun berdasarkan sugesti seperti ditunjukkan oleh data.
Apakah Hipotesis Diunggulkan Harus Diterima?
Apakah hipotesis yang diunggulkan harus diterima dalam suatu pengujian hipotesis? Jika sejak awal seseorang yakin bahwa hipotesis yang ‘dijagokan’ itu benar maka penelitian yang dimaksud untuk menguji hipotesis tersebut tidak perlu diselenggarakan.
Suatu penelitian diadakan karena orang masih meragukan ‘jawaban sementara’ yang dipikirkan dengan menggunakan suatu teori. Statistika tidak diperlukan dalam rancangan pengujian terhadap adanya perbedaan-perbedaan yang dapat dipastikan sangat jelas perbedaannya atau sama sekali tidak ada perbedaannya, yaitu sepanjang sumbangan karena pengaruh galat sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Bahwa hipotesis yang diminati memang menjadi harapan peneliti teruji secara objektif untuk diterima berdasarkan data penelitian (fakta sebenarnya). Dalam metode percobaan kiatnya adalah dalam strategi perancangan ‘perlakuan’ yang menyiratkan perhatian terhadap besaran beda praktis.
Hasil objektif yang “negatif” karena hipotesis ‘jago’ ditolak tetap ada gunanya. Tidak jarang temuan negatif dari suatu penelitian sama pentingnya seperti halnya dengan temuan-temuan positif sebelumnya. Karena penemuan ini dapat menyisihkan universum kekurang-tahuan terhadap universum keseluruhan dan ada kalanya dapat membuahkan umpan-balik berupa hipotesis-hipotesis baru untuk penelitian berikutnya.
Lebih dari itu, dengan berpikir positif dan terbuka untuk introspeksi serta tidak bersikap dogmatis, mekanistis atau ritual dalam menafsirkan data seseorang mungkin mendapat hikmah atas temuan tersebut. Ingat bahwa simpulan statistis bukanlah suatu hasil akhir. Hasil pengujian statistis mengantarkan untuk penafsiran data lebih lanjut dalam bahasa dan perasaan bidang ilmu Anda sendiri. Gunakan akal sehat dalam setiap langkah penggunaan konsep-konsep statistika.
Keterujian suatu Hipotesis
Apakah setiap hipotesis dapat diuji? Hipotesis, yang merupakan konsekuensi logis dari model rumusan masalah harus bersifat operasional dan inferens terhadap parameter-parameter model dapat dilakukan dengan cara yang sah dan terandalkan. Bagaimana cara melakukan inferens bagi suatu gugus hipotesis-hipotesis harus sudah terpikirkan sebelum data dikumpulkan seperti ditentukan dalam suatu rancangan pengumpulan data.
Masalah keterdugaan dan keterujian suatu parameter atau gugus kombinasi-kombinasi linear dalam parameter-parameter merupakan masalah pelik yang dibahas dalam teori statistika. Masalah tersebut tidak dibahas dalam buku ini.
Dengan teori statistika, h ³ 2 hipotesis dalam suatu gugus H ³ h hipotesis dapat diperiksa kebebasannya. Parameter-parameter dalam suatu pernyataan hipotesis diperiksa apakah dapat ataukah tidak dapat diduga.
Jika parameter-parameter dapat diduga maka selanjutnya diperiksa apakah hipotesis tersebut dapat diuji ataukah tidak. Dengan perkataan lain, apa statistik uji yang dapat digunakan dalam pengujian hipotesis dan fungsi sebaran peluang-peluang teoritis apa yang dapat digunakan sebagai suatu aproksimasi terhadap cara menyebar suatu statistik uji. Jadi, pengujian terhadap suatu hipotesis statistis didahului dengan pendugaan parameter-parameter yang tercakup dalam suatu pernyataan hipotesis, penentuan statistik uji dan penelusuran cara menyebar peluang-peluang teoritis yang diikuti oleh suatu statistik uji.
Tetapi, sekali lagi perlu diingat bahwa teknik-teknik statistika tidak hanya berurusan dengan masalah pendugaan, perkiraan dan pengujian atau pembandingan saja. Cukup banyak teknik statistika untuk penyenaraian data dalam menambang keterangan maksimum dari data. Teknik terutama dimaksudkan sebagai suatu eksploratori keterangan yang mungkin dapat diberikan oleh suatu massa data empiris, berdasarkan asas : “Biarkan data berbicara sendiri” tanpa terlalu terikat dengan anggapan-anggapan formal.
Kebebasan Hipotesis-hipotesis
Penemuan pernyataan masalah penting yang baik dapat lebih sukar daripada penemuan jawaban yang tepat. Tidak jarang terjadi terhadap suatu pertanyaan yang keliru orang dapat memberikan jawaban yang 'benar' seperti mungkin diharapkan dari kalimat pertanyaan yang baik dan benar.
Kekeliruan semacam itu dinamakan sebagai suatu galat jenis III (Chatfield, 1988). Oleh karena itu, rumusan masalah yang baik dan kemudian rumusan pernyataan masalah atau pernyataan hipotesis yang baik menduduki posisi terpenting dalam upaya mencari jawaban-jawaban yang ‘benar’ terhadap masalah penelitian ilmiah.
Ada kalanya suatu hipotesis yang penting atau bermakna tidak bebas terhadap satu atau beberapa hipotesis penting lainnya dan dengan demikian juga akan berimplikasi tidak dapat ditafsirkan tersendiri. Yaitu terpisah dari yang lainnya. Apakah statistika dapat mengatasi masalah ini? Ini adalah masalah penyusunan suatu gugus hipotesis-hipotesis dan pendugaan serta pengujian serempak terhadap suatu gugus kombinasi-kombinasi linear dalam parameter-parameter.
Bahwa secara statistika hipotesis-hipotesis dapat dirancang dan diperiksa apakah bersifat bebas satu terhadap yang lainnya (dengan perkataan lain apakah hipotesis-hipotesis bersifat ortogonal) merupakan pertelaan tambahan yang memungkinkan kebebasan dan efisiensi dalam pengujian dan penafsiran hasil pengujian hipotesis-hipotesis.
Konsep statistika dapat digunakan untuk memeriksa apakah suatu gugus hipotesis-hipotesis bersifat bebas satu terhadap yang lainnya. Tetapi, ikhwal kebebasan ini harus tetap diletakkan di bawah syarat utama tadi, yaitu hipotesis-hipotesis harus baik dan bermakna.
Oleh karena itu, jika ada satu atau beberapa hipotesis bermakna tidak bebas terhadap satu atau beberapa hipotesis lainnya maka hipotesis-hipotesis tersebut harus tetap dipertahankan (Chew, 1977). Dengan perkataan lain, hipotesis-hipotesis bermakna jangan sampai dikorbankan dengan menggantinya menjadi asal ada hipotesis demi untuk mempunyai gugus hipotesis-hipotesis ortogonal.
Untuk suatu gugus hipotesis-hipotesis yang tak-ortogonal telah tersedia teknik statistika untuk pendugaan dan pengujian linear serempak terhadap parameter-parameter. Teknik statistika memberikan cara yang sah dan terandalkan untuk memperhitungkan dan mengkoreksi ketakbebasan antar hipotesis-hipotesis.
Perbaikan Teori atau Teori Baru?
Apakah dengan ditetapkannya suatu rumusan hipotesis yang akan diuji tidak akan membatasi atau menghambat peneliti mengembangkan kepekaan ilmiahnya mengenai kemungkinan lain di luar apa yang dihipotesiskan? Bukankah dengan hipotesis-hipotesisnya peneliti telah mengisi pemikirannya dengan pra-duga, sehingga dengan keadaan ini ada kemungkinan dia menjadi tertutup untuk kemungkinan lain di luar teori-teori yang ada digunakan?
Mengapa seseorang melakukan suatu penelitian dengan mengumpulkan fakta (data empiris) baru, di antaranya karena dia meragukan teori atau hipotesis yang digunakannya apakah berlaku untuk suatu kondisi khusus yang dihadapinya. Dengan sikap ‘mempertanyakan’ itu, seharusnya peneliti yang objektif tidak bersikap tertutup untuk memperbaiki suatu teori atau melihat kemungkinan untuk menggunakan teori lain termasuk dari buah renungannya sendiri.
Masalahnya terletak pada sikap dan kemampuan peneliti sendiri, seperti: rasa ingin tahu, keterbukaan, kecerdasan, daya khayal, penguasaan masalah dan pengetahuan mengenai metode kuantitatif. Kekhawatiran seperti dinyatakan dalam pertanyaan di atas oleh peneliti yang kurang mampu sering dijadikan alasan untuk pembenaran melakukan penelitian tanpa teori. Bukankah dari suatu penelitian deskriptif atau eksploratif yang ilmiah pada akhirnya bertujuan adalah untuk mengetahui keteraturan dalam data. Penemuan suatu atau beberapa struktur gejala-gejala yang terterangkan adalah merupakan teori yang didapat.
Suatu hipotesis disusun berdasarkan teori dan akan diuji dengan data baru. Suatu teori baru mungkin didapat jika teori atau hipotesis semula ternyata tidak disokong oleh data empiris baru. Berdasarkan data empiris yang dikumpulkan melalui suatu penelitian khusus untuk menguji teori tadi, peneliti seharusnya mengantisipasi situasi yang didapat dengan mencoba memperbaiki teori atau hipotesis (model) rumusan masalah semula. Jika berhasil, ia menemukan teori baru yang terbuka untuk diuji dalam iterasi penelitian berikutnya.
Teori baru tidak boleh diuji dengan data empiris yang digunakan dalam membangkitkan teori tersebut. Dalam suatu laporan penelitian, tertemukan tidaknya teori baru dari suatu penelitian “deduktif-induktif” dikemukakan dalam bab “Simpulan dan Saran”. “Saran” atau “Rekomendasi”. Yang diberikan tentunya bukan dalam bentuk saran ‘klise’: “ .......... penelitian ini perlu dilanjutkan ........” tanpa menyebut mengapa dan bagaimana melanjutkannya, seperti masih cukup banyak dapat ditemukan dalam laporan penelitian mahasiswa.
Hipotesis Linear
Dalam kajian-kajian komparatif peneliti biasanya berkeinginan untuk melakukan pembandingan antar dua atau lebih ‘perlakuan’ atau antar gugus-gugus tertentu dari t ‘perlakuan’. Pembandingan yang dimaksud pada umumnya dapat disebut sebagai terencana, karena dapat dipikirkan, dinilai, disaring dan disempurnakan dalam tahap penyusunan rancangan kajian.
Tidak banyak kasus pembandingan terpaksa baru dapat dirumuskan setelah ‘melihat’ data yang dikumpulkan. Pada umumnya pernyataan hipotesis dapat dirumuskan sebelum pengumpulan data dilaksanakan. Pada metode percobaan hal ini dipikirkan ketika menyusun suatu rancangan perlakuan-perlakuan.
Empat pilihan dasar pernyataan hipotesis statistis sederhana dibedakan menurut tanda pertaksamaan untuk pernyataan hipotesis tandingan terhadap bentuk pernyataan hipotesis kerja, H0: . Sekarang kita bahas sekedarnya suatu bentuk pernyataan hipotesis statistis yang lebih umum, yaitu hipotesis linear dalam parameter-parameter model rumusan masalah. Kelak akan diketahui kegunaan konsep hipotesis linear tidak terbatas dalam masalah penyusunan dan penilaian pembandingan saja.
Suatu hipotesis linear dinyatakan menurut suatu kombinasi linear dalam p parameter. Misalnya, bentuk = c1Y1 + c2Y2 + ….+ cpYp dengan syarat koefisien-koefisien c1, c2, …., cp tidak semuanya bernilai nol ialah suatu kombinasi linear dalam Y1, Y2, …., Yp. Parameter Yi (untuk i = 1, 2, …., p) misalnya ialah pengaruh perlakuan ke-i atau koefisien regresi Y pada peubah Xi.
Dalam teladan pernyataan hipotesis berikut:
H0: c1Y1 + c2Y2 + ….+ cpYp = q lawan HA: c1Y1 + c2Y2 + ….+ cpYp > q
yang dapat juga dicatat sebagai H0: c’ Y = q lawan HA: c’ Y > q. Bentuk = c1Y1 + c2Y2 + ….+ cpYp = c’ Y ialah suatu hipotesis linear.
Andaikan hipotesis linear ke-j dicatat sebagai j = c1jY1 + c2jY2 + ….+ cpjYp = c’j Y untuk j = 1, 2, …., k, maka pencatatan serempak untuk k hipotesis linear adalah W = C Y, sehingga
H0: CY = q lawan HA: C Y > q
dalam hal ini h’ = (h1, h2, …., hk), Y’ = (Y1, Y2, …., Yp), q’ = (q1, q2, …., qk), dan C ialah suatu matriks koefisien-koefisien berukuran k x p, yaitu:
C =
Konsep penanding linear ortogonal berguna untuk diketahui misalnya untuk keperluan:
(i) menjabarkan pembandingan-pembandingan terencana untuk taraf-taraf faktor distruktur,
(ii) menilai kebebasan antar penanding-penanding linear,
(iii) memahami keefisienan suatu struktur hubungan-hubungan antar t ‘perlakuan’ dari suatu rancangan perlakuan, dan secara umum untuk memungkinkan menilai keterdugaan dan keterujian hipotesis-hipotesis linear.
Penandingan linear dalam t ‘perlakuan’ (tunggal atau komposit) tidak relevan untuk suatu faktor pengaruh acak. Analisis data lebih disarankan untuk menduga (dan menguji) komponen ragam pengaruh acak dari faktor perlakuan, karena suatu faktor pengaruh acak dipandang sebagai suatu faktor tidak distruktur. Penandingan linear dapat disarankan untuk sembarang faktor pengaruh tetap yang distruktur.
Andaikan mi adalah rataan populasi objek-objek dengan perlakuan’ ke-i (i = 1, 2, …, t). Jika t ‘perlakuan’ dirancang berstruktur, maka untuk sembarang dua grup (+ dan -) dari t perlakuan tunggal atau komposit dapat dipikirkan suatu kombinasi linear hj (j =1,2,...,k) dalam parameter-parameter mi:
j = cj1m1 + cj2m2 + ….. + cjtmt
= c’jm
untuk c’j = (cj1, cj2, …., cjt) bukan vektor nol dan m ‘ = (m1, m2, …., mt). Kombinasi linear tersebut dinamakan juga sebagai suatu penanding linear (linear contrast). Untuk suatu penanding linear dapat disusun suatu hipotesis linear, misalnya H0: j = q0j lawan HA: j > q0j.
Sembarang dua penanding linear j dan j’ , untuk j ¹ j’, dikatakan bebas (ortogonal) satu terhadap yang lainnya apabila koefisien-koefisien cji memenuhi syarat-syarat:
(i) Jumlah koefisien-koefisien (cji) untuk suatu pembanding sama dengan nol. Syarat ini dicatat sebagai: = 0 atau 1’cj ; cji tidak semuanya bernilai nol.
(ii) Jumlah hasilkali koefisien-koefisien seletak dari dua penanding j dan j’ sama dengan nol. Syarat ini dicatat sebagai: = 0 untuk j ¹ j’, atau c’jcj’ = 0.
Kedua syarat keortogonalan tadi dapat juga dicatat dalam bentuk CC’ = D. Dalam hal ini, C ialah matriks [(cji)] dan D adalah suatu matriks diagonal berukuran k x k, yang dengan mudah dapat diubah menjadi suatu matriks ortogonal. Unsur-unsur diagonal matriks D adalah c’jcj = .
Dengan t ‘perlakuan’ dapat disusun banyak sekali gugus penanding linear ortogonal, masing-masing berukuran k £ t - 1. Dengan perkataan lain, dari suatu gugus penanding-penanding linear ortogonal dapat diberikan paling banyak t - 1 hipotesis linear yang bersifat bebas satu terhadap yang lainnya. Sehingga masing-masing hipotesis dapat diduga, diuji dan ditafsirkan tersendiri, tidak tergantung dan tidak mempengaruhi tafsiran terhadap hipotesis linear lainnya dalam suatu gugus hipotesis yang sama.
Tugas peneliti bukan untuk mengidentifikasi semua gugus penanding ortogonal yang mungkin dan kemudian memilih salah satu di antaranya. Tetapi, peneliti harus menetapkan k £ t - 1 penanding linear bermakna sesuai dengan tujuan penelitiannya (Chew, 1977).
Untuk suatu penanding linear, koefisien-koefisien bagi ‘perlakuan-perlakuan’ yang tidak termasuk sebagai anggota dari dua grup yang ditandingkan diberi nilai 0. Sedangkan untuk ‘perlakuan-perlakuan’ yang termasuk dalam suatu grup semuanya diberi tanda + (atau -) dan untuk semua ‘perlakuan’ dalam grup tandingan diberi tanda sebaliknya, yaitu - (atau +). Kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah setiap penanding linear bebas terhadap k - 1 penanding lainnya.
Dari hasil pemeriksaan mungkin ditemukan satu atau beberapa pasang penanding yang tidak bebas. Dalam situasi ini peneliti mungkin merasa perlu meninjau kembali struktur rancangan perlakuan-perlakuan. Atau, sebaliknya meninjau gugus hipotesis-hipotesis linearnya. Atau, tetap mempertahankan baik rancangan perlakuan-perlakuan maupun hipotesis-hipotesisnya yang bermakna. Tetapi, dengan mengambil sikap disebut terakhir, peneliti hendaknya menyadari bahwa di antara hipotesis-hipotesisnya ada yang tidak bebas satu terhadap yang lainnya. Secara statistika ketak-bebasan antar penanding-penanding (hipotesis-hipotesis) linear dapat diatasi dalam analisis data, yaitu dengan memberikan suatu koreksi atau diadil (adjusted) statistis.





Teladan 6.4.1
Perhatikan teladan pengujian empat obat sakit kepala berikut. Senarai perlakuan-perlakuan A, B, C, dan D berdasarkan dikandung tidaknya bahan-bahan a, b, dan c adalah sebagai berikut:
Perlakuan
(Obat)
Bahan yang dikandung
a
b
c
A
Ya
Ya
Ya
B
Ya
Tidak
Ya
C
Ya
Ya
Tidak
D
Tidak
Tidak
Tidak

Perlakuan A mengandung semua macam bahan aktif yang ingin dipelajari pengaruhnya; obat B dan C masing-masing hanya mengandung dua macam bahan aktif tetapi obat B tidak mengandung bahan b sedangkan obat C tidak mengandung bahan c; obat D (plasebo) sebaliknya dari obat A, yaitu tidak mengandung satu macam pun dari ketiga macam bahan aktif yang dipelajari.














Karena t = 4 maka untuk suatu gugus penanding-penanding hanya ada 4 - 1 = 3 penanding linear h1, h2, dan h3 yang ortogonal satu terhadap yang lainnya. Di antaranya ialah

Penanding
Perlakuan
A
B
C
D
h1
+1
+1
+1
-3
h2
+1
+1
-2
0
h3
+1
-1
0
0






Penanding h1 berkenaan dengan hipotesis untuk pernyataan masalah "apakah pemberian obat-obat sakit kepala A, B, dan C lebih bermanfaat daripada tanpa pengobatan?". Sedangkan penanding h2 berkenaan dengan hipotesis untuk pernyataan masalah "apakah bahan c dapat ditiadakan dalam pembuatan obat sakit kepala?" Kedua penanding ini selain bersifat ortogonal juga bermakna. Tunjukkan! Apakah penanding h3, yang berkenaan dengan hipotesis untuk pernyataan masalah "apakah obat A (mengandung a, b, dan c) lebih bermanfaat daripada obat B (mengandung a dan c)" juga merupakan penanding yang bermakna? Perhatikan komposisi obat C!

Teladan 6.4.2

Dipandang dari sudut kekerabatan genetis, enam ‘populasi’ genetis tanaman hasil suatu ‘rancangan pengawinan’ yaitu tetua jantan (P1), tetua betina (P2), turunan pertama (F1) hasil persilangan antara kedua tetua, tanaman generasi F2, serta silangbalik F2 dengan tetua jantan (F2P1) dan dengan tetua betina (F2P2) persilangan asal adalah suatu gugus perlakuan-perlakuan berstruktur.
Berdasarkan pengetahuan tentang model-model genetis, parameter-parameter peran gen aditif (A), dominan (D), serta epistatik: aditif x aditif (AA), aditif x dominan (AD) dan dominan x dominan (DD) dapat diduga dari rataan-rataan suatu peubah respons kontinyu yang diberikan oleh masing-masing dari keenam ‘populasi’ genetis tadi. Yaitu, dari penyelesaian gugus persamaan linear b = Xy berikut:



Latihan 6.4.1
Andaikan dua penanding linear untuk pengujian tiga teknik budidaya padi: gogo, gogorancah, dan sawah adalah:


Penandingan
Gogo
Gogo-rancah
Sawah
Gogo lawan gogo-rancah
+1
-1
0
Gogo & gogo-rancah lawan sawah
+1
+1
-2


Kedua penanding di atas ortogonal satu terhadap yang lainnya. Tunjukkan! Tetapi penanding: "gogo-rancah lawan sawah" tidak ortogonal terhadap masing-masing dari kedua penanding di atas. Periksa! Gugus penanding-penanding berikut bersifat ortogonal satu terhadap yang lainnya,

Gogo-rancah lawan sawah 0 +1 -1
Gogo lawan gogo-rancah & sawah +2 -1 -1

Apakah penanding: gogo lawan gogorancah & sawah merupakan penanding yang bermakna? Di antara kedua gugus penanding-penanding tadi mana yang lebih pantas?
Perhatikan bahwa, kecuali untuk baris m jumlah koefisien-koefisien pada suatu baris parameter (penanding) adalah sama dengan nol. Periksa apakah koefisien-koefisien dalam matriks rancangan X merupakan penanding-penanding ortogonal!
Statistik Uji
Berikut diberikan beberapa sifat statistik uji untuk suatu penanding linear. Andaikan mi dapat diduga oleh
= + , sedangkan = dan = - , maka kombinasi linear
setara dengan [6.4. 1]

seperti dapat ditunjukkan di bawah ini:
=
=
=
= j [6.4. 2]
yaitu penduga bagi j , jika j ialah suatu penanding linear ortogonal. Karena maka
j =
= [6.4. 3]
Ragam j adalah
Var( j) = 2 x suku-suku peragam
= [6.4. 4]
jika suku-suku peragam, yakni Cov(yi.., yi’..), sama dengan nol. Khusus untuk t ‘perlakuan’ berulangan sama, ri = r, persamaan dapat dicatat sebagai
Var( j ) = [6.4. 5]
Jika anggapan bahwa semua eij menyebar bebas dan identik normal dengan rataan-rataan sama dengan nol dan ragam-ragam sama dengan s2 benar, maka Var(yi.) = ris2 untuk semua i = 1, 2, …., t. Sehingga masing-masing dapat dicatat menjadi:
[6. 4.6]
dan
[6.4. 7]
Di bawah H0: j = q0j benar, statistik
=
= [6.4. 8]
atau jika ri = r (‘perlakuan-perlakuan’ berulangan sama banyak),
= [6.4.9]
menyebar normal baku Z(0, 1). Jika s2 tidak diketahui tetapi dapat diduga oleh s2 (ragam gabungan contoh), maka statistik
[6.4.10]
atau (untuk ri = r)
[6.4.11]
menyebar menurut t-Student pada derajat bebas sama dengan derajat bebas untuk s2. Untuk q0j dipertelakan sama dengan 0, kuadrat dari statistik pada [6.4.10] adalah:
F0j = [6.4.12]
dan kuadrat dari statistik pada [6.4.11] adalah
F0j =
=
= [6.4.13]
menyebar menurut F pada pasangan derajat bebas (1, db s2). Masing-masing pembilang pada [6.4.12] dan [6.4.13] dinamakan sebagai jumlah kuadrat pembanding.
Dengan mempergunakan rumus-rumus di atas lengkapi (dalam bentuk lambang) sel-sel tabel di bawah ini.

Perlakuan



Total respons

Ulangan

Penanding
(Hipotesis linear)
1
2
3
.
.
.
t







.
.
.


.
.
.



Koefisien-koefisien penanding ortogonal


1









2









3









.









.









t-1