Sabtu, 29 Agustus 2009

12- PERUMUSAN MASALAH

The formulation of a problem is often more essential
than its solution which may be merely a matter of mathematical or experimental skill

Albert Einstein

Adanya rumusan masalah ilmiah yang memadai merupakan salah satu dari bagian penting suatu penelitian. Pada awalnya tidak selalu mungkin bagi peneliti dapat merumuskan masalahnya dengan segera, secara sederhana, jelas dan lengkap. Pada tahap pengenalan masalah: apa, bilamana, mengapa dan bagaimana masalah sesungguhnya biasanya masih kabur karena sifatnya yang masih umum. Inti masalah masih diselimuti banyak hal-hal renik.
Setelah tahap pengenalan masalah cukup terkristalkan, peneliti mungkin mendapat suatu gambaran mengenai apa agaknya bentuk masalah itu dan apa pula agaknya yang menyebabkannya. Yang diperhatikan terutama hal-hal pokok saja. Karena tidak mungkin mendapatkan suatu gambaran, rumusan atau kerangka masalah apabila diperhatikan juga hal sekecil-kecilnya sekaligus.
Jika suatu cabang ilmu meningkat dari cara kualitatif menjadi bersifat kuantitatif maka suatu masalah di bidang ilmu itu dapat dipandang sebagai suatu sistem yang ada imbangannya di dalam matematika berupa suatu model matematis. Dengan demikian pengusutan masalah berubah sifatnya menjadi penelaahan suatu model matematis. Walaupun terdengar sebagai suatu paradoks, penelaahan suatu model matematis lebih mudah daripada penelaahan suatu sistem secara langsung. Yang merupakan persoalan lebih pelik ialah bagaimana menyarikan masalah itu menjadi suatu rumus atau model matematis. Yaitu suatu model padanan bagi masalah dimaksud. Kecerdasan dan daya khayal peneliti banyak membantu dalam mencari atau merumuskan model matematis bagi masalahnya.
Model matematis mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan model verbal, antara lain karena:
(1) Model matematis merumuskan masalah lebih singkat tetapi padat, sehingga struktur masalah akan lebih mudah tertangkap dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen model masalah lebih tergambarkan.
(2) Dengan model matematis kita lebih mudah mengadakan kuantifikasi, sehingga metode analisis kuantitatif dapat diterapkan untuk menganalisis masalah tersebut. Selain itu, model matematis membuka jalan untuk dipertimbangkannya penggunaan komputer elektronik berkemampuan besar, teliti dan berkecepatan tinggi dalam pemprosesan data. Sehingga lebih banyak pilihan untuk menggunakan teknik analisis data yang lebih sesuai dan lebih besar kemampuannya dalam menyingkap tabir masalah.
Meskipun model matematis mempunyai beberapa kelebihan, tetapi dalam penggunaannya sikap hati-hati harus tetap dipegang. Karena penyarian, perkiraan, pendekatan dan anggapan perlu diadakan ketika menyederhana-kan masalah agar model yang diturunkan itu menjadi operasional, namun masih dapat mencerminkan ciri-ciri pokok keadaan yang sesungguhnya. Box (dalam Chatfield, 1988) menyatakan bahwa: “Semua model keliru, tetapi beberapa di antaranya ada yang berguna”. Model yang sesungguhnya ialah “persamaan Tuhan” (Diamond, 1981), yang ‘Wallahu a'lam bisawab’. Manusia, termasuk peneliti hanya mencoba untuk menebaknya. Itupun tadi, melalui berbagai penyederhanaan dan penetapan beberapa anggapan tertentu.
Andaikan model sebenarnya untuk Y = fungsi(X1, X2, ….., Xp) yang takpernah diketahui itu adalah dalam bentuk fungsi j( X1, X2, ….., Xp). Peneliti memikirkannya dalam bentuk f(X1, X2, ….., Xp) tetapi dengan parameter-parameter model populasi yang umumnya juga takdiketahui. Parameter-parameter model akan diduga dengan ¦(X1, X2, ….., Xp) dari data empiris kelak. Masalahnya apa bentuk yang dipikirkan untuk f(X1, X2, ….., Xp) sebagai suatu pendekatan terhadap j( X1, X2, ….., Xp):
· model linear berupa suatu fungsi linear atau non-linear?
· model non-linear?
Model tersederhana ialah berupa suatu model linear aditif, dengan atau tanpa interaksi ordo pertama, kedua, …. antar peubah-peubah X, dan/atau dari bentuk suatu fungsi linear atau fungsi polinomial berordo tinggi dalam X1, X2, ….., Xp.
Di antara model-model nonlinear ada yang dapat ditransformasi menjadi model-model linear aditif. Transformasi mungkin dilakukan terhadap peubah Y, peubah-peubah X atau keduanya. Pengetahuan tentang transformasi linear terhadap model-model non-linear banyak membantu dalam analisis data.
Ada kalanya, peneliti menyatakan model-model linear aditifnya dalam bentuk suatu model struktural menurut suatu tataan berikut lintasan-lintasan yang menggambarkan sistem-sistem ketergantungan antar peubah-peubah pada tataran-tataran. Tetapi, suatu model yang dipikirkan sebagai suatu teori (hipotesis) haruslah dalam bentuk yang bermakna dalam menjelaskan masalah.
Penggunaan suatu fungsi polinomial berordo tinggi bukanlah satu-satunya pilihan untuk model. Kendati banyak model dapat didekati dengan baik oleh suatu model jenuh dari fungsi polinomial berordo tinggi. Kepopuleran fungsi ini terletak pada bentuknya yang sederhana dan kemudahannya dalam operasi matematis daripada fungsi-fungsi matematis lainnya. Tetapi hendaknya jangan sampai fungsi ini dipandang sebagai suatu model ‘pamungkas’ yang selalu dapat menggantikan model-model teoritis apa saja.
Teori atau model rumusan masalah yang digunakan penting dan diperlukan dalam menyusun pernyataan masalah atau pernyataan hipotesis. Hal ini sering terabaikan ketika menyusun pernyataan masalah atau pernyataan hipotesis dan menyusun suatu rancangan pengumpulan data. Yaitu, seperti dikesankan dari longgarnya hubungan antara hal tersebut dengan “rancangan pengumpulan data”.
Empat Kelas Peubah-peubah
Kish (1987) menamakan peubah-peubah X dan Y tadi sebagai peubah-peubah dari kelas E. Yaitu peubah-peubah “penelitian”, “percobaan” atau peubah-peubah “penjelas”.
Penentuan apa yang dikehendaki sebagai peubah-peubah X yang ingin dipelajari dalam kondisi alami dan apa yang dipilih sebagai peubah Y dalam hubungan Y = fungsi (X1, X2, …., Xp) tidak boleh dilakukan secara serampangan. Peubah Y dan peubah-peubah X harus memenuhi syarat untuk dapat dikatakan memiliki “hubungan” dan hubungan yang dimaksud ialah dalam bentuk suatu “fungsi”.
Peubah-peubah X dan peubah Y yang dipertimbangkan untuk suatu model rumusan masalah harus dilandasi dengan teori ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan menurut bidang ilmu pengetahuan bukan statistika yang berkaitan dengan masalah.
Urquhart (1981) menyatakan bahwa suatu peubah Y yang dipilih ialah yang relevan merefleksikan pengaruh (langsung atau taklangsung) suatu atau beberapa peubah X. Sebaliknya, pengaruh suatu peubah X terhadap suatu peubah Y haruslah kelak yang dapat dijelaskan dengan nalar ilmiah. Ikhwal ini perlu diketahui dan disadari jika seseorang dengan suatu gugus peubah-peubah X bekerja dengan lebih dari satu peubah Y. Dalam situasi tersebut mungkin peneliti harus bekerja dengan lebih daripada satu model atau bahkan dengan lebih daripada satu rancangan kajian.
Pengamatan menunjukkan bahwa tidak sedikit dari mahasiswa untuk suatu masalah penelitian untuk skripsi/tesisnya bekerja dengan hanya satu model untuk semua peubah Y. Padahal tidak selalu dapat demikian.
Hal lain yang dapat dikemukakan sebagai suatu catatan adalah mengenai sebutan untuk suatu atau beberapa peubah X dan suatu peubah Y dalam suatu hubungan X -> Y untuk suatu masalah penelitian. Pasangan-pasangan dalam X -> Y mempunyai beberapa sebutan dari yang bersifat sangat umum sampai dengan yang khusus, seperti:
peubah bebas - peubah tergantung
prediktor - prediktan
penentu - ditentukan
penjelas - dijelaskan
stimuli - respons
perlakuan - respons atau kriteria
sebab - akibat

Oleh karena itu, tanda -> sesuai dengan status peubah X umum dibaca sebagai yang memberikan, menyenaraikan, menentukan, menjelaskan atau mempengaruhi.
Karena suatu penelitian khusus diadakan untuk memecahkan suatu masalah tertentu maka untuk suatu situasi seharusnya tidak digunakan istilah yang bersifat umum seperti peubah bebas - peubah tergantung. Tetapi, sebaiknya menggunakan istilah yang lebih terarah sesuai dengan apa yang dimaksud dengan status khusus yang dimiliki atau diberikan untuk peubah-peubah X.
Pada umumnya hasil yang ditunjukkan oleh data peubah Y tidak sama dengan yang didapat dari j(X1, X2, …., Xp). Atau, secara umum oleh fungsi(X1, X2, …., Xp). Dengan perkataan lain,
data Y = fungsi(X1, X2, …., Xp) + Simpangan
Perhatikan Gambar 6.3.1. Keragaman dalam data peubah Y tidak semata-mata dibangkitkan oleh peubah-peubah X yang diminati untuk dipelajari pengaruh-pengaruhnya tetapi juga oleh faktor-faktor yang sebenarnya tidak dikehendaki, yaitu yang disebut sebagai “peubah-peubah tambahan” (extraneous vaiables).








Gambar 6.3.1. Peubah-peubah penelitian dan peubah-peubah tambahan


Menurut Kish (1987), suatu peubah tambahan termasuk ke dalam salah satu dari tiga kelas peubah-peubah: C (controlled), D (disturbing) ataukah R (random). Hadirnya peubah-peubah tambahan dari kelas C atau D potensial membangkitkan galat-galat sistematik yang menimbulkan bias dalam pendugaan atau pemprediksian Y. Tetapi, jika sumbernya dapat dikenal maka pengaruh dari suatu peubah kelas C dapat dikendalikan, dikoreksi atau diperhitungkan secukupnya. Misalnya melalui asas pengendalian: pengelompokkan, penggolongan, pelapisan, penyepadanan atau pembobotan.
Pengendalian dimaksud dapat dilakukan dalam tahap penyusunan rancangan pengumpulan data, penyelenggaraan pengumpulan data atau analisis data. Yaitu dengan memilih atau menyusun suatu “rancangan pengendalian” yang sesuai. Atau, dengan menggunakan teknik pendugaan statistis untuk mengadil data. Atau, mungkin keduanya. Misalnya, pengendalian statistis dengan teknik analisis kovarians dapat dilakukan dengan mengenal dan menggunakan satu atau beberapa peubah konkomitan (kovariat).
Pemilihan suatu prosedur dari rancangan-rancangan pengendalian atau teknik analisis kovarians tergantung pada ‘penglihatan’, pengetahuan dan ketersediaan serta kiat dalam penggunaan data dan sumberdaya. Teknik-teknik dalam pengendalian pengaruh peubah tambahan ditujukan pada pengurangan pengaruh-pengaruh dari galat-galat sistematik atau pada pereduksian pengaruh-pengaruh dari galat-galat acak, atau keduanya.
Pengaruh-pengaruh dari peubah-peubah kelas D yang mungkin baur atau berpaut dengan suatu atau beberapa peubah dari kelas E tidak dapat dikendalikan dengan cara-cara seperti pada pengendalian pengaruh-pengaruh dari peubah-peubah kelas C. Kegagalan dalam memindahkan (mengubah) semua pengaruh peubah-peubah kelas D ini ke dalam peubah-peubah kelas C atau peubah-peubah kelas R adalah kekurangan utama yang harus dipedulikan dari rancangan-rancangan bukan percobaan contoh beracak.
Peubah-peubah kelas R adalah peubah-peubah tidak dapat dikendalikan yang berpotensi membangkitkan galat-galat acak. Dalam percobaan-percobaan ‘ideal’, pengendalian dalam makna sebagai usaha untuk mengubah sifat pengaruh galat-galat tak-dapat dikendalikan dari peubah-peubah kelas D menjadi galat-galat yang bersifat acak dilakukan dengan menggunakan prosedur pengacakan. Di sini “pengacakan” dapat dipandang sebagai suatu bentuk lain untuk pengendalian percobaan, yang berbeda dengan bentuk-bentuk yang digunakan dalam mengendalikan bias-bias yang dibangkitkan oleh peubah-peubah kelas C. Dalam metode-metode bukan percobaan contoh beracak prosedur pengacakan dalam tujuan tadi jarang mungkin dapat diterapkan dengan sempurna.
Model ‘ideal’ yang diharapkan dari suatu rancangan pengumpulan data adalah dalam bentuk
Y = ¦(X1, X2, …., Xp, R1, R2, .., Rr) atau Y = ¦(X1, X2, .., Xp, C1, C2 … Cc, R1, R2, .., Rr)
yaitu model yang tidak mengandung peubah-peubah kelas D. Untuk kesederhanaan dan karena peubah-peubah dari kelas R biasanya dapat banyak tetapi pengaruh-pengaruh individualnya sukar dikenal dan pada umumnya dapat dipandang sebagai pengaruh-pengaruh bersama, maka model yang diberikan tadi dapat dicatat sebagai
Y = ¦(X1, X2, …., Xp, e) atau Y = ¦(X1, X2, …., Xp, C1, C2,…, Cc, e)
Rataan e sama dengan nol sedangkan ragamnya paling kecil sama dengan nol.
Besar-kecilnya nilai ragam e menentukan efisiensi suatu rancangan kajian. Dengan rancangan yang efisien kita bermaksud untuk menempatkan sejumlah peubah tambahan ke dalam kelas C, yaitu sebatas yang layak, praktis atau ekonomis dapat dilakukan.
Suatu rancangan kajian yang ideal nihil dari kehadiran peubah-peubah kelas D. Ini dimungkinkan jika peubah-peubah kelas D dapat dibaurkan (dipautkan) ke dalam peubah-peubah dari kelas E atau C. Atau jika pengaruh-pengaruhnya dapat diubah menjadi berperilaku seperti peubah-peubah dari kelas R melalui prosedur pengacakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar