Sabtu, 29 Agustus 2009

16- Asas-asas PENGENDALIAN KERAGAMAN Tak-dikehendaki

Ketika masih bekerja di Rothamsted Experimental Station di Inggeris, Sir Ronald Aymer Fisher mengemukakan pemikirannya mengenai asas-asas dalam perancangan percobaan, yaitu: pengulangan perlakuan, pengalokasian acak t perlakuan, pengendalian lokal, keortogonalan, pemautan dan keefisienan. Tiga asas disebut pertama dinamakan sebagai asas-asas pokok. Sedangkan tiga asas lainnya ialah asas-asas pelengkap. Federer (1973) mengemukakan tiga kriteria sebagai ciri-ciri kebaikan dikehendaki dari suatu rancangan pengendalian keragaman tak-diinginkan, yaitu:
(1) Penataan t perlakuan dalam suatu rancangan pengumpulan data yang menghasilkan suatu rancangan percobaan yang efisien; Rancangan pertama dikatakan lebih efisien daripada rancangan kedua jika keragaman rataan-rataan respons t perlakuan lebih rendah daripada rancangan kedua.
(2) Penggolongan bahan percobaan dengan cara tertentu untuk mendapatkan b kelompok, grup atau lapisan satuan-satuan percobaan; sembarang kelompok, grup atau lapisan tadi dalam beberapa hal penting yang berkaitan dengan respons percobaan yang ingin diamati dapat dipandang sebagai suatu kelompok, grup atau lapisan berkondisi seragam; b kelompok, grup atau lapisan dapat saja berbeda kondisi.
(3) Keadilan terhadap setiap perlakuan dalam pengalokasian terhadap satuan-satuan percobaan; setiap satuan percobaan dialokasi dengan satu dan hanya satu macam perlakuan saja.
Hubungan antar keenam asas tersebut dapat dilukiskan seperti dapat diperhatikan dalam Gambar 6.7.1a, sedangkan hubungan antara keenam asas dengan tiga kriteria ciri-ciri kebaikan bagi suatu rancangan pengendalian keheterogenan dapat dilihat dalam Gambar 6.7.1b.





Pengulangan
Andaikan kita ambil suatu teladan masalah "apakah serangan penyakit pada buah tanaman kakao (Theobroma cacao) oleh cendawan Phytophtora dapat dirintangi timbulnya?" Salah satu pilihan yang mungkin misalnya kita cari suatu fungisida yang diperkirakan mampu merintangi timbulnya serangan cendawan itu pada berbagai bagian tanaman kakao.
Adanya fungisida ini saja belum menjawab pertanyaan apakah tanaman kakao dapat dilindungi dari serangan penyakit itu. Harus ada keterangan yang dapat memberikan keyakinan bahwa jika tidak dilindungi dengan fungisida itu, maka buah kakao akan rusak kena serangan penyakit cendawan Phytophtora. Ini memaksa kita untuk (dengan sengaja) misalnya menciptakan dua macam keadaan terhadap pohon kakao sedang tumbuh dan menghasilkan buah.
Pada waktu dan tempat yang sama misalnya kita pilih dua pohon kakao dalam keadaan pertumbuhan yang sama. Setelah semua buah yang ada dipetik habis (mengapa?), salah satu pohon disemprot dengan fungisida dan yang lainnya dibiarkan tanpa perlindungan dengan fungisida. Pada akhir percobaan, yaitu setelah pohon berbuah lagi dan menghasilkan buah dapat dipetik, kita hitung berapa proporsi banyaknya buah busuk karena diserang cendawan, baik pada pohon yang disemprot maupun pada pohon yang tidak disemprot.
Keterangan berupa bilangan yang berasal dari hasil pengamatan itulah yang nanti akan digunakan untuk mencari jawaban apakah fungisida itu memang mampu merintangi timbulnya serangan cendawan Phytophtora pada buah kakao. Dalam hal ini data yang diperoleh ialah hasil cacahan yang dapat diubah menjadi data proporsi banyaknya buah yang busuk. Keterangan ini lebih baik daripada menggunakan data cacah (mengapa?) apalagi terhadap hanya data 'ada' dan '’tidak ada' buah yang terserang pada suatu pohon bahan percobaan.
Mungkin sekali fungisida yang ingin dicobakan itu memang manjur dalam mengekang timbulnya cendawan. Sebagai hasilnya akan didapat bahwa pohon kakao yang disemprot dengan fungisida itu akan menghasilkan persentase buah bebas serangan lebih besar daripada yang dihasilkan oleh pohon yang sama sekali tidak dilindungi dengan semprotan fungisida.
Tetapi, walau misalnya fungisida itu manjur ini hanya tampak jika keadaan lingkungannya memang menyediakan biang penyakit yang dapat menyerang pohon-pohon percobaan. Kalau kebetulan percobaan dilakukan sewaktu tanaman tidak peka terhadap serangan penyakit, maka walaupun fungisida itu manjur antara pohon yang disemprot dengan yang tidak disemprot tidak akan terlihat perbedaan kegawatan serangan oleh cendawan. Sebaliknya, kendati fungisida itu sama sekali tidak manjur ada saja kemungkinan terdapat perbedaan taraf kerusakan buah antara pohon yang disemprot dan yang tidak disemprot. Karena dalam keadaan biasapun selalu terdapat perbedaan dalam kegawatan serangan pada berbagai pohon yang berdekatan sekalipun.
Pertanyaan apakah tanaman kakao dapat dilindungi dari serangan cendawan Phytophtora merupakan suatu masalah yang jawabnya diharapkan tersimpulkan dari pelaksanaan suatu percobaan. Dalam percobaan ini kita timbulkan dengan sengaja berbagai keadaan yang dinamakan sebagai perlakuan. Perlakuan membangkitkan berbagai akibat terhadap bahan percobaan yang menerima perlakuan. Respons bahan percobaan dengan cara tertentu harus kita catat dalam bentuk nilai-nilai terukur atau ternilai, yaitu untuk peubah-peubah tertentu yang dipilih dapat mencerminkan pengaruh perlakuan.
Pada percobaan fungisida di atas misalnya ada dua perlakuan yang dicobakan, yaitu perlakuan “tanpa penyemprotan” dan perlakuan “dengan penyemprotan” suatu fungisida. Akibat kedua perlakuan ini dapat dicatat sebagai banyaknya buah kakao busuk yang dihasilkan pohon yang tidak disemprot dan pohon yang disemprot. Catatan yang dikumpulkan sebagai ukuran respons bagi akibat kedua perlakuan tadi dinamakan data percobaan. Data ini kita harapkan dapat mengukur pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh perlakuan-perlakuan yang dicobakan.
Akan tetapi, bergantung pada cara merancang percobaannya, data percobaan mungkin saja tidak hanya mencerminkan pengaruh perlakuan yang dicobakan tetapi juga akibat berbagai kekuatan yang ada di luar kendali pelaksana percobaan. Oleh karena itu, dari data percobaan saja, lazimnya kita tidak mampu menarik kesimpulan secara langsung.
Dua pohon kakao bahan percobaan tadi dipertimbangkan sebagai objek yang mewakili suatu universum tertentu pohon-pohon kakao. Jika tidak dimaksudkan seperti itu maka dari hasil percobaan ini tidak perlu dilakukan suatu generalisasi. Sebaliknya, kedua pohon kakao bahan percobaan itu tentu tidak dimaksudkan sebagai wakil dari pohon-pohon kakao semua varietas, segala umur, segala tempat dan sebagainya. Oleh karena itu, apa universum target yang dimaksud harus didefinisikan agar anggota-anggotanya dapat dipertelakan. Dengan diberikannya dua macam perlakuan, dibayangkan bahwa dua pohon kakao yang masing-masing diberi perlakuan berbeda itu berasal dari dua universum. Yaitu, universum tertentu pohon-pohon kakao yang mendapat perlindungan dengan fungisida tadi dan universum tertentu pohon-pohon kakao yang tanpa perlindungan dengan penyemprotan fungisida.
Andaikan rataan-rataan persentase banyaknya buah rusak dari masing-masing populasi tersebut adalah q1 dan q2. Tujuan yang dikehendaki dari percobaan tadi adalah untuk menguji apakah penggunaan fungisida itu ada manfaatnya. Jadi, yang ingin diketahui adalah apakah d = q2 - q1 lebih besar daripada suatu nilai praktis yang ditentukan, katakanlah sebesar d0 persen. Andaikan q melambangkan suatu rataan bersama atau rataan umum kedua populasi respons-respons. Antara respons-respons percobaan berdasarkan hasil pengamatan, t1, t2, q1, q2 dan q dapat dinyatakan hubungan-hubungan berikut: y1 = q1 + e1 dan y2 = q2 + e2, sedangkan q1 = q + t1 dan q2 = q + t2 , sehingga y1 = q + t1 + e1 dan y2 = q + t2 + e2.
Bagian-bagian e1 dan e2 merupakan komponen galat-galat percobaan yang timbul karena ketika percobaan faktor-faktor yang dapat menentukan respons percobaan tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Andai-kata tidak demikian halnya maka e1 = y1 - q1 dan e2 = y2 - q2; masing-masing bernilai sama dengan nol sehingga d akan sama dengan y1 - y2. Karena e1dan e2 tidak diketahui maka berapa beda antara q1 dan q2 tidak mudah diketahui.
Dari y1 = q1 + e1 dan y2 = q2 + e2 terdapat dua parameter (q1 dan q2) dan dua peubah acak, yaitu e1 dan e2 yang tidak diketahui harganya. Jadi, dengan dua satuan percobaan saja tidak dapat dicari pemecahan untuk menduga berapa d = q2 - q1.
Jika untuk percobaan tadi digunakan n1 pohon yang disemprot dan n2 pohon yang tanpa penyemprotan fungisida maka respons-respons yang dicatat dari n = n1 + n2 satuan percobaan itu dapat dirumuskan sebagai yj(1) = q1 + ej(1) dan yj(1) = q2 + ej(2) yang dapat dicatat lebih singkat sebagai yj(i) = qi + ej(i), untuk i = 1, 2 dan j = 1, 2, …, ni. Atau, di bawah anggapan tertentu, dapat dicatat sebagai yj(i) = q + ti + ej(i), untuk i = 1, 2 dan j = 1,2, …, ni.
Jika terhadap anggapan-anggapan ej(i), untuk semua i = 1, 2 dan j = 1,2, …, ni berlaku:
(1) untuk sembarang (i , j) ¹ (i’, j’), ej(i) dan ej’(i’) bersifat bebas satu terhadap yang lainnya sehingga Cov(ej(i), ej’(i’) = 0
(2) E[ej(i)] = 0
(3) Var(ej(i)] = E[(ej(i) - E[ej(i)])2] = E[ej(i)2] = s2e
disokong oleh data, maka E[yj(1)] = q1 = q + t1 dan E[yj(2)] = q2 = q + t2 sehingga d = q2 - q1 = t2 - t1. Parameter-parameter q, q1, q2, t1, t2 dan d masing-masing dapat diduga oleh statistik-statistik dari contoh: q .. ; qi i. ; ti i. - .. ; d d = 2. - 1.
Untuk mengetahui apakah nilai d cukup besar (jika dibandingkan terhadap d0, yakni suatu beda praktis yang dipertelakan peneliti) agar dapat diputuskan bahwa perbedaan yang terjadi itu bukan semata-mata karena keragaman pengaruh faktor-faktor tak-terkendalikan dalam percobaan haruslah diketahui berapa besar pengaruh faktor-faktor ini terhadap nilai d, yaitu beda antara dua rataan contoh.
Dengan perkataan lain, kita harus dapat menemukan dugaan bagi ragam populasi d. Di bawah H0: d = d0, Var(d - d0) = Var(d). Mengapa? Jika 2. dan 1. bebas satu terhadap yang lainnya dan anggapan dapat diterima, maka ragam d adalah:
Var(d) = Var( 2. - 1.)
= Var( 2. ) + Var( 1.)
= +
= +
=
Karena biasanya tidak diketahui tetapi dapat diduga dengan ragam contoh,
s2 =
sedangkan dan masing-masing didapat dari

dan
Dari dua persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa:
(a) dan masing-masing dapat ditentukan jika n1 > 1 dan n2 > 1 ; dengan perkataan lain diperlukan adanya ulangan dalam menduga dan .
(b) ragam contoh yang kecil dapat diharapkan jika digunakan ulangan yang banyak dan/atau
(c) digunakan bahan percobaan berkondisi lebih homogen, seperti ditunjukkan oleh suku pembilang dari masing-masing persamaan di atas, yaitu jumlah-kuadrat yang akan bernilai kecil jika untuk percobaan digunakan bahan percobaan yang lebih homogen.
Statistik uji yang digunakan untuk menguji H0: d = d0 lawan misalnya H1: d > d0 jika anggapan dapat dibenarkan oleh data ialah:
t0 =
=
Di bawah H0: d = d0 dan anggapan ej(i) menyebar identik, bebas dan normal statistik t0 menyebar t-Student pada derajat bebas n1 + n2 – 2. Perhatikan persamaan terakhir di atas. Penolakan terhadap H0: d = d0 akan lebih dapat diharapkan jika harga mutlak d - d0 besar dan/atau s cukup kecil serta ukuran percobaan (n1 dan n2) cukup besar.
Dari uraian dalam teladan di atas sekarang dapat kita rumuskan fungsi dan peran pengulangan dalam perancangan percobaan sebagai berikut:
(1) Pengulangan diperlukan untuk memungkinkan mendapat suatu dugaan bagi ragam galat percobaan; ragam galat percobaan diperlukan untuk (i) menilai beda-beda teramati dari data respons percobaan dan (ii) menentukan lebar selang kepercayaan untuk suatu parameter yang diduga.
(2) Karena dalam keadaan tertentu ragam galat percobaan dari suatu percobaan berulangan tunggal mungkin saja dapat diduga dengan cara lain, maka lebih beralasan untuk menyatakan bahwa pengulangan perlakuan dapat menghasilkan suatu dugaan yang lebih seksama untuk ragam galat percobaan.
(3) Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk suatu ragam pengaruh suatu perlakuan atau beda dua rataan pengaruh perlakuan.
Pengacakan
Berdasarkan saat terjadinya galat-galat percobaan dapat digolongkan sebagai: (i) galat-galat yang dikandung satuan-satuan percobaan sejak semula, yaitu sebelum percobaan dan (ii) yang terjadi selama percobaan berlangsung. Sedangkan berdasarkan sifat-sifatnya dibedakan antara galat-galat sistematik dan galat-galat acak.
Adanya galat-galat sistematik akan menimbulkan dugaan yang berbias yang akan mengurangi keseksamaan percobaan. Galat-galat sistematik ini jika berbeda-beda besarnya akan memberikan suatu keragaman sistematik. Sedangkan besar-kecilnya keragaman yang dibangkitkan oleh galat-galat acak akan mempengaruhi ketelitian percobaan.
Galat-galat acak muncul karena akibat hadirnya kejadian acak. Kedua macam galat itu, apakah yang terdapat sebelum atau selama percobaan dapat menimbulkan ingar sehingga dapat mengaburkan pengaruh-pengaruh sebenarnya dari faktor-faktor yang dikaji pengaruhnya melalui penyelenggaraan percobaan.
Dalam suatu percobaan, komponen galat (simpangan, sisaan) itu dianggap sebagai suatu komponen yang bersifat acak. Lalu dengan demikian apa upaya yang harus dipertimbangkan ketika merancang percobaan jika sejak semula disadari bahwa bagaimanapun satuan-satuan percobaan mengandung perbedaan-perbedaan individual yang khas (sistematik), kendati untuk banyak hal lain yang terkenali satuan-satuan percobaan dapat dianggap nisbi seragam.
Masalah yang dihadapi ini tidak lain dari bagaimana cara membagi satuan-satuan percobaan menjadi beberapa bagian sebanyak perlakuan yang dicobakan, dengan syarat jangan sampai menimbulkan galat-galat sistematik yang terbangkitkan oleh perbedaan-perbedaan ciri individual yang dimiliki oleh satuan-satuan percobaan.
Dengan perkataan lain, bagaimana cara mengalokasikan perlakuan-perlakuan yang akan dikaji pengaruhnya terhadap satuan-satuan percobaan tersedia secara adil. Satu-satunya jalan untuk mengatasi persoalan ini ialah dengan menentukan penggolongan satuan-satuan percobaan bagi tiap perlakuan berdasarkan hasil penentuan acak.
Pengacakan satuan-satuan percobaan yang akan menerima suatu perlakuan dimaksudkan agar masing-masing satuan percobaan mempunyai peluang sama besar untuk menerima suatu perlakuan. Dengan pengalokasian acak perlakuan-perlakuan terhadap satuan-satuan percobaan tidak berarti bahwa potensi galat-galat yang dikandung satuan-satuan percobaan dengan demikian dapat ditiadakan. Tetapi, dengan jalan pengacakan ini galat yang tadinya sistematik diharapkan dapat diubah menjadi galat yang bersifat acak.

Pengendalian Lokal
Sewaktu membahas perlunya mengadakan pengulangan perlakuan telah dikemukakan bahwa makin kecil simpangan baku beda antara dua rataan contoh (perlakuan) maka akan makin peka pula pengujian yang dilakukan terhadap ada-tidaknya perbedaan antara dua perlakuan yang dibandingkan. Simpangan baku beda dapat diperkecil nilainya bukan hanya dengan memperbanyak ulangan perlakuan tetapi dapat juga dengan memperkecil .
Ragam-ragam galat percobaan bagi masing-masing perlakuan selain dapat diperkecil dengan memperbanyak ulangan juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar pembilang persamaan, yaitu jumlah kuadrat yj(i) yang bernilai kecil. Hal yang disebut terakhir ini dapat dicapai jika digunakan bahan percobaan yang lebih seragam melalui pemilihan rancangan yang tepat atau pemilihan bentuk serta ukuran satuan percobaan optimum.
Cara-cara menyeragamkan bahan percobaan mempunyai batas yang ditentukan oleh faktor-faktor ciri, fasilitas dan ekonomi. Pada suatu ketika usaha menyeragamkan itu akan mencapai ongkos di luar ambang anggaran percobaan.
Kendati batas yang ditentukan oleh faktor ekonomi dapat diatasi masih ada faktor lain yang patut diperhatikan. Penyeragaman tidak dapat dilakukan sampai terlalu sempurna. Karena, jika umpamanya percobaan diadakan dengan bahan percobaan yang sangat seragam dan pada keadaan lingkungan percobaan yang sangat terkendali maka hasil percobaan tersebut hanya akan berlaku bagi kondisi-kondisi percobaan yang khusus ditetapkan tadi. Daerah generalisasi percobaan menjadi sangat sempit. Sehingga kita tidak dapat menarik generalisasi untuk keadaan yang agak menyimpang dari kondisi yang 'diciptakan' untuk percobaan tersebut.
Bagaimana cara untuk mendapatkan suatu percobaan dengan ketepatan dan ketelitian tinggi akan tetapi dengan memberikan cukup kesempatan untuk menarik generalisasi telah dikemukakan oleh Fisher. Yaitu, melalui suatu cara pengendalian lokal. Misalnya, berupa pengelompokkan, penggrupan atau pelapisan bahan percobaan.
Dengan penggolongan tadi, pembandingan dalam suatu kelompok, grup atau lapisan bahan percobaan akan memiliki ketelitian yang tinggi dan adanya golongan-golongan akan menjamin bahwa daerah pengambilan kesimpulan tidak menjadi sempit. Dalam suatu golongan satuan-satuan percobaan keragaman respons percobaan diharapkan lebih banyak ditimbulkan oleh t perlakuan berbeda daripada oleh faktor-faktor kebetulan yang tak-terkendalikan penuh.
Andaikan eij melambangkan komponen sisaan pada satuan percobaan ke-j yang menerima perlakuan ke-i jika tanpa tindakan pengendalian lokal. Dengan melakukan suatu usaha pengendalian lokal terhadap bahan percobaan komponen eij direduksi menjadi e’ij = eij - bj.
Komponen sistematik bj melambangkan pengaruh karena perbedaan golongan satuan-satuan percobaan. Berdasarkan model yij = m + ti + eij, Var(eij) diduga oleh:
= [6.7. 1]
sedangkan berdasarkan model yij = m + ti + bj+ eij, Var(eij’) diduga oleh:
= [6.7. 2]
Dalam hal ini tr = n, sehingga untuk r > 1 berlaku (n - t) > (t - 1)(r - 1). Teoritik pembilang untuk penduga bagi selalu lebih kecil daripada pembilang untuk penduga bagi .
Apakah akan lebih kecil daripada ? Karena penyebut (pembagi) dalam rumus untuk penduga-penduga bagi dan seperti diberikan di atas tetap maka dalam praktik apakah akan lebih kecil daripada akan tergantung pada apakah penggolongan bahan percobaan efektif menghasilkan pereduksian jumlah kuadrat sisa jauh lebih kecil daripada yang diberikan oleh suatu rancangan tanpa pengendalian lokal. Sehingga dapat mengimbangi keadaan (n - t) > (t - 1)(r - 1).
Untuk n satuan percobaan benar-benar heterogen pada umumnya harapan tersebut menjadi kenyataan. Sehingga dalam situasi ini komponen e’ij memang lebih layak dipandang sebagai suatu galat percobaan daripada komponen eij.
Dalam makna sempit yang dimaksudkan dengan pengelompokan ialah pembagian atau pemilahan satuan-satuan percobaan didasarkan pada beberapa ciri yang terpaut dengan medan, tempat atau ruang yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu anakgugus satuan-satuan percobaan berkondisi cukup seragam.
Apa penciri yang harus dipertimbangkan dalam pengelompokkan satuan-satuan percobaan tentu harus dipikirkan berkenaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peubah(-peubah) respons yang akan diamati. Jadi, harus relevan terhadap peubah respons yang akan diamati. Oleh karena itu, pengelompokkan berdasarkan suatu faktor mungkin efektif untuk suatu peubah respons tetapi dapat tidak demikian halnya untuk suatu peubah respons yang lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan penggrupan atau pelapisan dalam makna sempit ialah pe-milahan satuan-satuan percobaan ke dalam suatu golongan, grup atau lapisan yang dapat dianggap cukup seragam berdasarkan pada kesamaan dalam ciri-ciri (yaitu bukan dari peubah yang identik dengan sembarang peubah respons) bahan percobaan yang bukan berkenaan dengan posisi atau lokasi dalam dimensi ruang. Misalnya, seks, status sosial, status ekonomi, latar budaya, asal, kurun waktu dan sebagainya.
Dalam buku ini, penulis (dan diharapkan juga pembaca) menggunakan istilah pengelompokan dalam makna luas, yang mencakup juga pengertian sempit istilah penggrupan atau pelapisan tadi. Yaitu, dalam pengertian pengendalian keragaman tak-dikehendaki yang terdapat atau terjadi pada bahan atau satuan-satuan percobaan oleh kekuatan-kekuatan internal maupun eksternal.
Dalam praktik acapkali pengelompokan didasarkan pada penilaian serempak terhadap banyak faktor. Tetapi, pengelompokkannya tidak didasarkan atas perbedaan-perbedaan terukur melainkan hanya melalui penilaian pertimbangan atau intuisi saja.



Keortogonalan
Di samping tiga asas pokok pengendalian keragaman mengganggu seperti telah dibahas di atas, ada tiga asas tambahan yang penting diperhatikan dalam merancang pengumpulan data dengan metode percobaan. Ketiga asas tambahan ini ialah keortogonalan, keefisienan dan pemautan atau pembauran.
Asas keortogonalan penting agar dapat dijamin bahwa dugaan keragaman acak antar rataan-rataan respons terhadap perlakuan-perlakuan sama besarnya untuk semua pasang perlakuan-perlakuan yang diulang sama sering dan memiliki derajat keragaman galat acak yang sama pula. Analisis statistika terhadap suatu rancangan ortogonal lebih sederhana serta lebih mudah untuk diuji dan ditafsirkan daripada setiap rancangan tak-ortogonal. Lagipula rancangan-rancangan ortogonal paling efisien di antara semua rancangan.
Setiap rancangan ortogonal memiliki sifat bahwa beda dua rataan sembarang dua kategori tidak mengandung pengaruh-pengaruh sembarang kategori lainnya, kecuali pengaruh beda respons dua kategori yang dibandingkan dan pengaruh galat acak. Pengaruh perlakuan-perlakuan dikatakan ortogonal terhadap sumber-sumber keragaman lainnya jika beda-beda antar rataan-rataan perlakuan hanya mengandung beda-beda yang timbul karena pengaruh sebenarnya perlakuan-perlakuan ditambah beda-beda dari galat-galat acak.
Definisi lain untuk keortogonalan adalah: "Andaikan ni ialah frekuensi alokasi atau terdapatnya perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j. Pengaruh perlakuan dikatakan ortogonal terhadap pengaruh kelompok jika nisbah n1j : n2j : . . . ntj tetap tidak berubah untuk sembarang nilai j = 1, 2, . . . , r”.
Teladan 6.7.1
Misalkan 10 satuan percobaan terdapat dalam lima kelompok. Ke dalam masing-masing kelompok satuan-satuan percobaan dialokasikan dua macam perlakuan. Berdasarkan definisi keortogonalan, rancangan ini bersifat ortogonal karena:
(a) n1j: n2j = 1 : 1, untuk semua j = 1, 2, . . ., 5
(b) model linear aditif untuk rancangan tadi dapat dicatat sebagai yij = mi + e*ij; j = 1,2, .., 5.
Karena komponen e*ij dalam teladan ini terdiri atas pengaruh kelompok dan pengaruh galat acak, maka dengan menggunakan rataan umum untuk reparameterisasi, model tadi dapat diuraikan menjadi:
yij = mi. + m.j + eij ,
untuk semua i = 1, 2, …, t
dan j = 1, 2, …, 5
= m + (mi. - m) + (m.j - m) + eij
= m + ti + bj + eij
pengaruh pengaruh pengaruh galat
perlakuan kelompok pada satuan ke-ij
ke-i ke-j
Dugaan-dugaan bagi parameter-parameter model terakhir ini masing-masing adalah:
m ; ti ; bj ;
e [6.7.3]
Jumlah beda-beda antar satuan-satuan percobaan yang menerima perlakuan 1 dan 2 adalah:
y1. – y2. = 5(t1 - t2) + S (e1j - e2j)
Perhatikan bahwa ruas kanan persamaan terakhir ini tidak mengandung komponen pengaruh kelompok-kelompok. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengaruh perlakuan dalam rancangan tadi ortogonal terhadap pengaruh kelompok. Sedangkan beda dua rataan perlakuan adalah:
= (t1 - t2) + 1/5 S (e1j - e2j) [6.7.4]
Keefisienan
Ukuran besar-kecilnya galat acak diberikan oleh ragam galat acak percobaan, yaitu yang dilambangkan dengan s sebagai penduga bagi . Galat-galat sistematik yang menimbulkan bias umumnya terjadi karena cara-cara mengukur atau menilai respons yang kurang seksama, penggunaan alat ukur kurang terandalkan atau dari penggunaan bahan percobaan yang tidak tepat. Yang disebut terakhir ini dinamakan sebagai kekeliruan bahan.
Respons percobaan yang diukur dengan baik dan benar sehingga menghasilkan dugaan yang kurang berbias dikatakan mempunyai keseksamaan atau ketepatan tinggi. Adanya bias tidak dapat ditemukan melalui ragam galat acak. Karena bias timbul bukan oleh peristiwa acak.
Erat hubungannya dengan ragam galat acak percobaan adalah istilah koefisien keragaman (KK) data percobaan, yang diukur sebagai suatu nisbah antara dugaan simpangan baku percobaan dengan dugaan rataan umum respons-respons:
KK(yij) = x 100 % [6.7. 5]
Sedangkan koefisien keragaman rataan suatu perlakuan merupakan suatu nisbah antara dugaan galat baku percobaan dengan dugaan rataan umum respons-respons:
KK( ) = x 100 % [6.7. 6]
Nilai KK yang kecil menjadi harapan peneliti sewaktu menentukan ukuran apa yang akan dipakai untuk menilai ketelitian nisbi suatu peubah respons. Nilai KK yang tinggi, misalnya lebih dari 15 % untuk respons berupa hasil bulir suatu kultivar tanaman serealia dalam suatu percobaan lapang, memberikan petunjuk akan keperluan meninjau kembali pra-sarana, sarana dan teknik yang digunakan dalam percobaan. Termasuk cara-cara pengukuran dan kondisi lingkungan percobaan. Jika diketahui bahwa suatu corak percobaan selalu menghasilkan KK dalam rentang nilai-nilai tertentu (yang didapat sebagai hasil rekaman akumulasi cukup banyak hasil percobaan serupa) maka nilai KK dari suatu percobaan serupa yang berada di luar rentang empiris tadi patut dicurigai sebagai suatu keadaan yang mungkin menyimpang daripada biasanya.
Nilai KK yang jauh lebih kecil daripada had bawah rentang empiris KK pun patut dicurigai dari kemungkinan data percobaan telah “diatur” atau “disesuaikan” agar sesuai dengan suatu tujuan tertentu, yaitu paling tidak agar percobaannya dinilai memiliki ketelitian yang tinggi.
Percobaan yang memiliki ragam galat acak kecil dikatakan sebagai telah dilaksanakan dengan ketelitian tinggi. Makin kecil ragam galat acak percobaan makin kecil pula beda nyata yang diperlukan untuk memutuskan bahwa dua rataan populasi respons-respons terhadap dua perlakuan berbeda tidak dapat dianggap sebagai sama besar. Ketelitian yang tinggi menunjukkan percobaan dapat memberikan keterangan lebih banyak.
Dengan demikian, kebalikan ragam galat acak percobaan dapat digunakan sebagai tolok ukur banyaknya keterangan yang dapat disajikan dari suatu rancangan percobaan dibandingkan dengan rancangan yang lain. Dua rancangan yang sama-sama menghasilkan dugaan-dugaan tak-bias untuk ragam galat percobaan mungkin saja memiliki tingkat keefisienan yang berbeda. Suatu rancangan dikatakan lebih efisien daripada rancangan yang kedua jika ragam galat percobaan yang dihasilkan oleh rancangan pertama lebih kecil daripada oleh rancangan kedua. Jadi, pembandingan dapat digunakan sebagai suatu ukuran dalam menilai keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan yang lain.
Tetapi, karena ketika memperoleh dugaan untuk ragam galat acak percobaan juga bersangkut-paut dengan besarnya derajat bebas bagi sumber keragaman galat acak, maka perbandingan tersebut harus dikoreksi dengan derajat bebas galat acak masing-masing rancangan. Fisher (1935) menyusun suatu ukuran keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan lain dalam rumus berikut:
Keefisienan nisbi rancangan
A : B =
= [6.7. 7]
Andaikan keefisienan nisbi rancangan A terhadap rancangan B sama dengan 110 %. Ini berarti bahwa dengan 10 ulangan yang digunakan pada rancangan A akan memberikan ketelitian yang sama dengan penggunaan 11 ulangan pada rancangan B. Dengan perkataan lain, dengan rancangan A dapat dihemat pemakaian satuan percobaan sebanyak 10 % daripada jika menggunakan rancangan B.
Makin tinggi keefisienan nisbi suatu rancangan terhadap rancangan yang lain (untuk suatu percobaan menggunakan t perlakuan tertentu) maka akan makin peka pula rancangan itu dibandingkan terhadap rancangan yang kedua dalam menemukan adanya beda respons rata-rata antara dua perlakuan yang dibandingkan. Oleh karena itu pengukur keterangan sering pula dinamakan sebagai ukuran kepekaan suatu rancangan.
Penyetimbangan dan Pemautan
Jika untuk suatu percobaan tidak mungkin diselenggarakan dengan rancangan ortogonal maka rancangan-rancangan setimbang masih dapat dipertimbangkan.
Rancangan-rancangan setimbang masih dapat menjamin bahwa beda-beda antar pasang pengaruh perlakuan semuanya mempunyai ragam-ragam yang sama. Misalkan ada t perlakuan, sedangkan banyaknya satuan percobaan yang masih dapat dipertimbangkan nisbi seragam keadaannya adalah k < t satuan dalam tiap kelompok satuan-satuan percobaan. Jadi, ke dalam tiap kelompok satuan-satuan percobaan tidak semua dari t perlakuan dapat ditampung, kendati masing-masing perlakuan dialokasikan untuk satu kali saja. Banyaknya kelompok satuansatuan percobaan yang tersedia adalah b kelompok.
Rancangan setimbang menuntut syarat bahwa tiap perlakuan diuji dengan frekuensi sama banyak, umpamanya r kali. Oleh karena itu, haruslah b x k = t x r. Dengan konfigurasi demikian penganalisisan dan penafsiran data masih mudah dilakukan. Jika anggapan kesamaan ragam-ragam galat acak dapat dipenuhi oleh data respons maka dengan ulangan-ulangan yang sama banyak tadi beda-beda juga akan mempunyai ragam-ragam yang sama pula.
Rancangan-rancangan ortogonal merupakan rancangan setimbang. Tetapi tidak setiap rancangan setimbang memiliki keortogonalan. Rancangan kelompok biasanya adalah suatu rancangan setimbang. Tetapi, rancangan kelompok tak-lengkap setimbang biasanya bukan lah suatu rancangan ortogonal.
Pemautan (pembauran) adalah suatu teknik rancangan untuk mengalokasikan semua kombinasi perlakuan suatu percobaan faktorial lengkap ke dalam suatu gugus satuan-satuan percobaan sehingga tiap kombinasi perlakuan teralokasikan satu kali ke dalam tiap gugus satuan-satuan percobaan. Tetapi, masing-masing gugus satuan-satuan percobaan ini tidak dapat dipandang sebagai terdiri atas satuan-satuan percobaan nisbi seragam, walaupun keragaman antar satuan-satuan percobaan dalam tiap gugus lebih kecil daripada keragaman antar gugus satuan-satuan percobaan. Tiap gugus satuan-satuan percobaan dipandang sebagai terdiri atas beberapa anak-gugus terputus satuan-satuan percobaan, yaitu berdasarkan kriteria tertentu yang digunakan dalam pengelompokkan satuan-satuan percobaan.
Terhadap satuan-satuan percobaan dalam kelompok masing-masing gugus (ulangan) satuan-satuan percobaan dialokasikan pecahan (fraksi) tertentu dari seluruh t perlakuan komposit. Sedangkan masing masing gugus perlakuan lainnya dialokasikan ke dalam kelompok lainnya dalam satu ulangan. Prosedur serupa ditirukan lagi terhadap ulangan yang lain. Tetapi, tidak harus dengan susunan gugus pecahan perlakuan-perlakuan yang tetap sama. Oleh karena itu, dengan pemautan akan ada keterangan dari pengaruh perlakuan-perlakuan tertentu (biasanya dari interaksi ordo tinggi) yang dikorbankan. Karena tak-terbedakan (terpaut) pengaruhnya dengan kelompok dalam ulangan.
Pemautan sebagian dalam rancangan kelompok taklengkap dapat lebih efisien daripada rancangan kelompok lengkapnya, yaitu tergantung pada keragaman percobaan dan pengendalian lokal yang dilakukan. Jadi, antara pengendalian lokal dan keortogonalan dapat saling berhubungan (Gambar 6.7.1a).
Pada percobaan medis dengan objek-objek ialah orang atau hewan digunakan satu tambahan asas lagi, yaitu asas pembutaan, perahasiaan atau penyamaran tunggal atau ganda. Perahasiaan tunggal diberlakukan agar objek-objek percobaan tidak mengetahui perlakuan apa yang diberikan kepadanya. Sedangkan pada perahasiaan ganda bukan hanya objek percobaan yang tidak boleh tahu tetapi juga pengamat.
Asas penyetimbangan dan pemautan juga banyak digunakan dalam rancangan permukaan respons. ‘Rancangan percobaan’ mempertelakan hubungan antara t perlakuan dengan n satuan percobaan yang digunakan dalam suatu percobaan. Yaitu, berkenaan dengan kiat dalam pengendalian keragaman takdikehendaki yang diperkirakan terpaut dengan bahan percobaan dan prosedur pengalokasian t perlakuan terhadap n satuan percobaan.
Rancangan pengendalian tidak mempengaruhi analisis yang diarahkan baik oleh rancangan perlakuan maupun rancangan respons. Istilah ‘rancangan percobaan’ seperti dibicarakan dalam sebagian besar buku-ajar perancangan percobaan sebetulnya kurang tepat. Karena, secara utuh 'rancangan percobaan' hanyalah salah satu komponen saja dari rancangan pengumpulan data dengan metode percobaan. Komponen-komponen lainnya ialah rancangan perlakuan dan (jika
memang diperlukan) rancangan pengamatan (rancangan respons). Kedua istilah rancangan disebutkan terakhir sudah cukup umum diterima (Federer, 1955; Federer, 1973 ;Urquhart, 1981).
Berdasarkan pengertian di atas istilah 'rancangan percobaan' agaknya lebih tepat disebut sebagai 'rancangan lingkungan percobaan'. Salah kaprah yang sudah terlanjur berlangsung lama ini lebih diperparah lagi dengan adanya kenyataan bahwa hampir semua buku ajar 'perancangan percobaan' bias, yaitu sangat terbatas memberikan porsi untuk masalah perancangan tetapi lebih banyak memberikan perhatian pada aspek analisis data percobaan dengan analisis ragam sebagai teknik yang mendominasi.
Beberapa "rancangan survei contoh analitis" memiliki kesejajaran tujuan dengan beberapa ‘rancangan percobaan’. Misalnya, pemetikan contoh acak sederhana paralel dengan rancangan acak lengkap. Pemetikan contoh acak berlapis paralel dengan rancangan acak kelompok lengkap.
Rancangan pemetikan contoh bertingkat banyak sejajar dengan rancangan tersarang. Tetapi, kelemahan utama metode-metode bukan percobaan adalah dalam hal keterbatasannya untuk dapat mengadopsi beberapa dari keenam asas dalam perancangan percobaan dalam pengendalian keragaman-keragaman mengganggu dari peubah-peubah tambahan pada tahap perancangan kajian. Terutama terhadap pengaruh-pengaruh tak-diinginkan dari peubah-peubah pembaur (pemaut). Beberapa pengendalian terhadap pengaruh-pengaruh dari peubah-peubah kelas C ada yang dapat dilakukan pada tahap pasca perancangan, yaitu ketika analisis data.
Sejumlah satuan percobaan yang akan digunakan dalam suatu percobaan umumnya telah dipilih dengan seksama dan jika dikhawatirkan adanya pengaruh-pengaruh penting dari peubah-peubah tambahan terhadap peubah-peubah penelitian maka diusahakan pengendalian yang ketat, yaitu sepanjang praktis terkelola. Untuk beberapa peubah tambahan yang dapat dikenali dan dikendalikan pengaruh-pengaruhnya, pengendalian dilakukan dengan teknik pengelompokan atau penggolongan satuan-satuan percobaan dalam satu atau beberapa cara untuk mendapatkan kelompok-kelompok dari satuan-satuan percobaan yang dapat dianggap nisbi berkondisi seragam.
Pengaruh-pengaruh bermakna dari peubah-peubah kelas D yang tidak dapat dikendalikan sepanjang praktis dapat dilakukan dihindarkan atau jika tidak maka pengaruh-pengaruhnya dipautkan terhadap kelompok-kelompok atau grup-grup dari satuan-satuan percobaan. Pengendalian dengan pengacakan lebih mungkin dilakukan dengan intensif pada metode percobaan daripada kedua metode pengumpulan data yang lain. Yaitu, untuk maksud mengubah pengaruh-pengaruh sistematis dari peubah-peubah kelas D menjadi berperilaku seperti peubah-peubah dari kelas R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar